Gunung Batukaru : menjelajahi Hutan yang memiki puncak

“istirahat bentar dong, aku gak kuat nih” ucapku pelan dengan nafas yang sudah tak beraturan.

Perjalanan ke gunung Batukaru adalah perjalanan yang bisa digambarkan dengan 1 kata “lelah”.  Naik gunung memang tidak terlepas dari kata lelah, tapi baru kali ini aku naik gunung  mentalku benar-benar diuji. Mendaki gunung Batukaru itu berasa memasuki hutan yang lebat, panjang tapi memiliki puncak...
masuk hutan

Menempuh waktu sekitar 5-6 jam memang sudah bisa dikatakan luar biasa, toh sewaktu mendaki rinjani, waktu yang kami tempuh lebih banyak daripada itu.  tapi yang membedakan hanyalah kurang persiapan. Iya, tanpa pemanasan, 2 hari begadang full, dan baru pulih dari sakit. Bayangkan saja bagaimana tubuhku tidak meronta karena ia langsung ku ajak menyelusuri hutan dengan medan yang cukup membuat kita enggan mendaki lagi.

Perjalanan dimulai pukul 14.15 dari  Desa Pujungan, Tabanan. Berbekal 9 liter air kami memulai perjalanan itu. personil kali ini hanya bertiga, didit, moris dan aku. Mereka adalah pendaki-pendaki yang sudah pro, jadi kebayang saja perjalanan itu benar-benar menguras tenaga. Aku yang biasanya berjalanan paling belakang, banyak istirahat dan minumnya dengan berat  ku ayunkan kaki untuk mengikuti ritme jalan mereka.
“ayok kak, sedikit lagi” itulah kalimat yang paling banyak ku dengar sepanjang jalan. kalimat motivasi dan pematah semangat, karena sedikit lagi tapi gak sampai-sampai.
bawa aku tersesat ke antah berantah
Langkah terus berburuh, nafas sudah terengah tapi perjalanan harus dipercepat karena matahari sudah menenggelamkan diri.  Awan sudah berkumpul seoalah memanggil-manggil meminta perhatian. Biru langit kemudian berubah menjadi jingga berpadu warna orange kemerah-merahan. Sekali lgi, menyaksikan senja di tempat tinggi, ribuan meter diatas permukaan laut adalah kesempatan yang luar biasa. teduh, menenangkan seolah ada dunia lain di balik awan itu yang tidak pernah diketahui oleh manusia.
senja di langit bali, melihatnya dari tempat tingi

Senja berubah menjadi gelap. Hanya ada lampu dari headlamp yang kami pakai. Semakin malam, rasanya tenaga semakin tak ada ditambah perut yang belum diisi. Namun hal itu tak menyurutkan semangat untuk mencapai puncak.

Tepat pukul 19.30 kami tiba di puncak Gunung Batukaru setelah melewati Labirin yang terbuat dari semak belukar. Setiba kami disana, kami melihat ada cahaya. Rupanya bukan hanya kami yang berada di puncak,. Ada orang lain, mereka adalah pendaki asing dari Portugal, hanya saja mereka melalui via Jatiluwih sedangkan kami Via pujungan.

Udara dingin dan badan lelah bercampur menjadi satu. Setelah tenda didirikan, aku langsung masuk ke dalam tenda untuk merebahkan dan menhangatkan diri. Didit dan moris masih asik berbicang-bincang dengan para bule tersebut. Dengan aksen inggris yang terbata-bata didit dengan gaya sok asiknya tetap nyambung ngobrol dengan mereka. “dasar anak gunung, sama orang yang dia gak ngerti bahasanya aja nyambung” sambil tertawa kecil mendengar pembicaraan mereka. 

Malam itu ditutup dengan perdebatan kecilku dengan didit. Dia mengatakan aku tak bisa memakai slepping bag dengan benar, kemudian aku bergeming dengan pembelaan bahwa karena di tenda terlalu sempit jadi susah mengatur SBnya. Namun pada akhirnya, aku menyerah dan meminta tolong dia mengancingkan SB karena sudah benar-benar kedinginan. Hehee

Sinar matahari menerobos masuk ke dalam celah-celah tenda. Di samping kiri kanan sudah kosong dengan SB yang berantakan. Kuluruskan kaki dan memperbaiki gaya tidurku. Sayup-sayup ku dengar suara didit yang berteriak “wah ada essss” dengan suara takjubnya.
harus banget foto gini, soalnya ada istilah no pic=hoax
 
teman baru. btw bule yang pake kacamata kuning, bisa bhsa indo dan takjub bisa bhsa BALI dgn sangat lancar :"
Aku menggerakan tubuh keluar dari tenda, ternyata matahari sudah tinggi.melewatkan matahari terbit lagi. Tapi sudahlah, pagi ini juga sudah indah. Ku lihat, didit dan moris sudah asik memasak dan membuat teh. mereka memang lelaki-lelaki pengertian. Tanpa perlu waktu yang lama, aku langsung bergabung dengan mereka. Menggantung hammock dan asik menikmati dinginnya pagi.
pagi mana lagi yang kau dambakan, selain pagi seperti ini..

setelah makan dan beres-beres kami bergegas untuk turun. perjalanan turunpun tidak secepat yang kami bayangkan, karena aku yang lagi-lagi bermasalah di bagian kaki. iya, kaki ku benar-benar sudah sangat sakit terutama bagian jempol. kata didit itu karena aku tak memakai sepatu gunungku, dan sepatu yang ku pakai benar-benar pas jadi jari-jari kaki tersiksa. jalan turunpun terjal jadi susah di tempuh dengan berlari, di tambah kaki moris yang juga kesakitan.

Didit yang asik memungut sampah sepanjang perjalanan, aku sibuk memijit-mijit kaki, sedangkan moris dengan muka kesakitannya tetap berjalan di depan kami pun berakhir tepat pukul 13.00 di kaki gunung Baturkaru.

emang tampang cang aja yang paling poyok, adek emang lemah :"
"gunung di Bali emang gunung yang jujur, dari awal sampai akhir nanjak, dapat landai anggap aja itu bonus. untung aku gak ajak cewekku kalau sampai dia ikut bisa nangis dia, gunung ini gak cocok buat pemula, kembarannya Tambora" tutup didit dengan sampah sekresek gede di tangan kanannnya..


Gunung Batukaru, 19-20 May 2015


CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment