gelang warna-warni
Aku mengenal seorang laki-laki yang mencintai
gelang. Ia memakai gelang setiap saat, tak mengenal ruang, tak tau tempat, tak
ingat waktu. bahkan saat ia mandi pun saat ia tertidur. gelang warna-warni itu masih melingkar angkuh di tangannya.
Aku tak pernah tahu alasan dia mencintai
gelang karena apa, mungkin karena itu memperlihatkan identitasnya sebagai pejalan atau
tangannya terlalu liar sehingga butuh pengikat?
Laki-laki ini menumpuk banyak sekali rahasia
di dalam tawanya, dan mengepal banyak sekali kisah di dalam lipatan tangannya.. Kamu tidak akan pernah melihat dia marah,
kesabaran telah berbuah di dalam hatinya, bahkan tak akan habis terpanen
beratus-ratus hari lamanya.
Kalau kamu mengamati bahu kirinya yang turun,
lalu ke salah satu jemarinya. Kamu akan melihat rokok yang hampir tidak pernah
lepas dari tangannya. Gayanya yang selalu mencium aroma batang
rokok sebelum mengubahnya menjadi asap adalah ciri khasnya. Terlalu peka bahkan
hanya sekedar bau nakotin yang mematikan.
Dia mudah sekali jatuh cinta pada hal-hal
yang membuatnya nyaman, memiliki perasaan yang perasa seperti perempuan bahkan saat
hanya melihat orang lain mendorong motor di jalan atau saat orang lain meminta barang kesukaannya, ia dengan mudah saja memberi, karena tak enak hati. bahkan gelang kesukaannyapun ia dengan iklas memberi.
Dia pendengar yang baik. Telinganya tak akan
panas mendengar ocehan sampah sampai kau tak tau berkata apa, tapi setelah itu
kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah penusuk jiwa.
Laki-laki bergelang warna-warni ini membawa
warna berbeda dalam hari-hariku, seperti halnya selalu membuatkanku kopi,
mungkin ia sengaja agar aku menjadi candu pada rasa pahit di setiap tegukan
kopi buatannya..
Laki-laki yang tak akan pernah melepas
gelangnya ini, ingin bertemu dengan sosok perempuan yang kusanyangi melebih
dirinya. Dia percaya diri sekali mau betemu ibuku dengan gelang yang masih
melingkar di tangannya itu. atau mungkin tanpa gelang warna-warni itu
kepercayadiriannya hilang. padahal ia pasti sudah tahu, ibu mana yang menyukai laki-laki bergelang banyak, datang memperkenalkan diri sebagai pendamping anaknya. tapi ia tetap ingin bertemu ibuku. katanya, jarang sekali ia di tolak oleh seseorang hanya karena melihat gelangnya.
Aku sudah menuliskan banyak surat cinta, baik yang terbaca dan hanya
mengendap saja menjadi doa untuknya. Menulisnya, sama saja menghidupkan
perasaanku atasnya yang tidak tersentuh.
Menulis tentangnya, sama saja memahat dirinya di dalam ingatanku , agar kelak
ingatan itulah yang membuatku tetap hidup saat perasaanku mulai redup oleh keganansan waktu dan jarak yang siap menghantam kami.
Seperti halnya saat gelap sudah bersemayam di
dalam bulir-bulir air yang jatuh tanpa ampun ke tanah, aku datang perlahan dengan sedikit basah karena
garangnya hujan membasahi dunia. Laki-laki bertopi cokelat, dengan gelang
warna-warni melingkar erat lebih erat dari genggamanku yang masih sering terlepas dari tangannya. ia menoleh ke arahku dengan senyuman
masam di penuhi takjub karena melihat perempuan asing berdiri di depannya.
laki-laki bergelang warna-warni itu,
sampai kapanpun, ia akan tetap ku anggap orang asing. Orang asing yang bersemayam di hatiku yang tak pernah lelah ku selami.
sampai kapanpun, ia akan tetap ku anggap orang asing. Orang asing yang bersemayam di hatiku yang tak pernah lelah ku selami.
Salam hangat.
Sebut saja aku perempuanmu.