Gunung Semeru : Menggapai sang maha perkasa, Mahameru...



“kita berhenti di Musolah aja yah gaes, sambil nunggu hujan reda” teriak bang oci sambil menurunkan satu persatu carrier kami dari jep mas Farel. 

Kami tiba pukul 19.00 di desa Ranupani, disambut dengan gemercik hujan dan dinginnya desa itu. Dingin menusuk hingga ke tulang, bahkan lantai musolah saat itu seperti es. Rencana berubah total setelah hujan datang tanpa henti. Setelah berunding akhirnya kami membatalkan nanjak malam itu, berhubung karena  hanya 2 orang yang membawa jas hujan. Akhirnya kami memutuskan harus menginap satu malam di Ranupani. Untunglah, ibu penjual gorengan mau berbaik hati memberi kami tumpangan di rumahnya padahal kami datang ke warungnya dengan rusuh sambil makan gorengan yang begitu enak, eh malah diberi tumpangan gratis. 

.
penggunsi dadakan,
duh dek, kamu aja udah wisuda, kakak-kakakmu ini kapan...

Sekitar pukul 06.00 kami sudah bergegas meninggalkan Ranupani menuju Ranukumbolo. Suasana Pagi ternyata lebih dingin dari malam kemarin, kabut masih memenuhi jalan menjadi teman sepanjang jalan. matahari belum menampakkan wujudnya seolah bersembunyi dibalik kabut-kabut tebal itu.
semua berawal dari sini, dan harus banget foto disini


“langkah dipercepat yah, nanti di post 1 kita istirahat abis itu sarapan” ucap bang oci sambari menyemangati kami yang melambat karena hampir beku termakan cuaca pagi itu.

Seperti biasa, saya selalu menjadi pendaki terakhir atau berada pada team paling lambat. Akhirnya bang oci dan Ricard pamit mendahului kami, supaya mereka bisa lebih dulu sampai di pos 1 dan membuatkan kami sarapan. memang mereka selalu mengerti. 
awal pendakian

Jalan menuju ke pos 1 bisa terbilang landai dan masih enak di jalani, tapi tetap saja tanjakannya terasa di nafas. Diperlukan waktu satu setengah jam waktu normal untuk sampai di post 1.

Sesampai di sana, kami bertemu dengan pendaki lain, yang ternyata ngecamp di post 1. Menikmati secangkir teh panas dan roti bakar ternyata tidak membuat tubuh ini menjadi panas, masih saja dingin sedingin embun pagi yang tertinggal di dedaunan. 
jalan menuju post 1


Setelah sarapan, kami bergegas melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan sejam, seperti biasa kami terbagi menjadi 2 team, team porter dan team selow, dan sudah dipastikan saya termasuk dalam team selow. Team poreter sudah mendahului kami sangat jauh di depan sana, sedangkan kami masih jalan sambil menikmati lelah dan pemandangan yang ada, tak lupa berfoto.

Setelah berjalan kurang lebih 5 jam melewati pos 2 dan pos 3, perlahan wujud Mahameru berdiri dengan gagahnya, “besok pagi, kita akan berdiri di sana” gugamku dalam hati, seolah menyemangati diri sendiri. Setelah melihat wujud Mahameru, Ranukumbolo terlihat dengan anggunya, sinar matahari yang menyinarinya semakin menambah teduhnya danau itu. “akhirnya kita sampai guys, selama ini kita cuman lihat di instagram atau google, sekarang kita udah bisa lihat secara langsung” kalimat takjub reno sambil menyiapkan tongsis andalannya. 
 
halo ranu kumbolo


peaceee guys
Untuk menggapai Ranukumbolo kita harus menuruni terlebih dahulu  jalan yang cukup terjal. Setelah itu Ranukumbolo bisa kau gapai dengan tanganmu.

Di balik pohon, wujud merekapun terlihat “wah enak banget yah kita, sampai bisa langsung makan”  canda mardy. Ternyata oh ternyata, ekspetasi kami berlebihan, makanan belum siap. Jadi kamipun harus bersabar bahkan harus bergabung menyiapkan makanan.
makannya mana bangggg?
mau semangka?

Setelah makan, kami bersiap kembali melanjutkan perjalanan.  “hari ini kita langsung tembak kalimati yah, kalau kalian cepat 3 jam juga sampai” kata bang oci.

Memulai kembali perjalanan dengan tenaga yang sudah  terisi kembali, setelah Ranukumbolo kita diperhadapkan pada Tanjakan Cinta. entah mengapa Tanjakan itu diberi nama tanjakan cinta, mungkin ada kisah dibalik penamaan itu, yang hanya  kita semua tahu mitosnya saat mendaki pikirkan orang yang kamu cintai dan pantang untuk berbalik. Mitos tetapah mitos, ada yang percaya ada juga yang enggak. Seperti aku, sewaktu mendaki tanjakan cinta, aku berbalik, hahaahaaaa
walaupun adek balik, cinta adek  tetap terbaik bang :'

Bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian, setelah lelah dengan tanjakan cinta, kita akan disambut dengan hamparan bunga yang mirip bunga Lavender. Selamat datang di oro-oro ombo, sepercik surga yang dititipkan Tuhan di Gunung Semeru, setidaknya begitulah ungkapan para pendaki. Sayang sekali, oro-oro ombo sudah mulai menguning, matahari sudah membakar sebagian bunga-bungannya yang berwarna ungu hingga kering. Bukit-bukit yang berwarna hijaupun sudah berubah menjadi kuning kecokelat-cokelatan. “tak apa, begini saja sudah membuat kami mengucap syukur karena takjub dengan pemadangannya” hiburku dalam hati.
oro-oro ombo

wah sudah kuning yah? ah tak apa

tapi disebelah sini, masih hijau kok

Di oro-oro ombo, team terbagi 2 lagi, dan seperti biasa saya dan team selow selalu menempati urutan paling akhir, terlebih di sini pemandangan membuat kita selalu ingin mengeluarkan kamera dan mengambil pemandangan yang begitu indah. Matahari sudah mulai menuruni bukit, perlahan mulai menghilang, kami baru ingat kalau ini di Jawa, matahari lebih cepat meninggalakan Bumi dibanding  di langit Bali. Langkah kami percepat sebelum gelap, kalimati harus terlihat.
“misi mbak” sapa pendaki yang melintasi kami
“silakan mas, oh iya kalimati masih jauh yah?” balasku penuh tanya
“wah sejam lagi mbak, semangat” jawabnya sambil memberi kami semangat
team selowwwwww

Sejam lagi, seperti kata motivasi sekaligus harapan palsu, karena setelah sejam berlalu tak ada tanda-tanda Kalimati. Lain kali tidak usah bertanya pada pendaki lain tentang jauh tidaknya tujuan, karena pengandaian mereka banyak yang meleset, lebih baik terus berjalan, toh cepat atau lambat tujuanpun akan terlihat.

Gelap sudah menyelemuti, memaksa kaki untuk terus berjalan. Apesnya sinar dari lampu headlampku ternyata redup, sepertinya kehabisan batrai, beberapa kali aku hampir terjatuh karena hanya mengadalkan lampu dari headlamp jipo yang berada di belakanku. 

Setelah sempat kebingungan karena tak sampai-sampai dan merasa berjalan menurun, dari kejauhan lampu dari headlamp mulai terlihat, langkah dipercepat, cahaya itu semakin banyak. “kita udah sampai kalimati guys, cari tenda hijau sama kuning yah sekarang” ucap reno.

Ternyata tenda hijau dan kuning berdiri tidak terlalu jauh, sehingga kami mudah menemukannya. Setelah sampai kami masuk ke dalam tenda untuk merebahkan diri, rasanya badan merontah untuk meminta istirahat, setelah berjalan kurang lebih 12 jam. 

Setelah memasak dan makan malam kami bergegas masuk ke dalam tenda, suhu Kalimati sangat dingin, ini diperkuat dengan beberapa kali melihat foto pendaki  di kalimati yang melihat ada butiran es yang menempel di tenda. Memakai jaket 2 lapispun rasanya belum ampuh. tapi kami harus beristirahat karena pendakian sebenarnya di mulai esok hari.
Malam itu ditutup dengan diskusi singkat :
“bang summit jam berapa?” tanya reno
“jam 2 aja” jawab bang oci
“gak kesiangan tuh , jam 1 aja atau setengah 2 deh bang” tutup reno




Summit attack :

“bang udah jam berapa?” tanyaku masih dalam keadaan setengah dasar
“jam setengah 4” jawabnya pelan.
aku terkejut mendengar jawaban itu, menaikan jaket dan melihat jam dan benar sudah jam setengah 4.
“kan tadi  udah bangunin, kalian gak ada yang gerak yaudah saya lanjut tidur” sambung bang oci yang menambah kepanikanku.

aku bergegas keluar dari tenda, menggoyang-goyang tenda Kuning dan berteriak membangunan mereka “bangun woy, jadi muncak gak sih? Udah jam 4 nih”, teriakan itu ternyata tak bisa membangunkan mereka, akhirnya aku pasrah dan kembali masuk ke dalam tenda. 

“pada gak mau muncak nih?” tanyaku geram.
“jadi jek, aku sama ricard muncak hari ini” jawab reno kemudian bergegas keluar dari tenda dan merapikan barang yang akan di bawa.
“wah kayanya aku gak muncak deh, aku sih bisa, tapi jipo gak yakin bisa” ucap mardy dari dalam tenda orange.
“oke yang jadi muncak hari ini siapa aja?” tanyaku lagi kepada mereka, dan yang berangkat pagi itu hanya kami ber 5, sakti, bang oci, reno, richat, dan jacklyn. 

“kalau kita star jam 4, kita tiba di puncak jam 8, itu kalau jalan trus yah, waktu saya sih cuman 4 jam itupun pake ngantri summitnya, pokoknya sebelum jam 9 kita udah harus turun, ada gas beracun, gak boleh lama-lama di puncak” tegas bang oci..

Ucapan itu sempat membuatku ciut, keraguan merasuk ke pikiran “apa bisa aku sampai di puncak sebelum jam 9?’ tapi keraguan itu tidak menyurutkan tekadku.. “kalau memang berjodoh denganmu, pasti Tuhan akan mempermudah jalanku untuk menapakimu” ucapku pelan sambil menatap ke atas melihat kegagahan Mahameru yang dipenuhi sinar kecil dari headlamp pendaki yang sedang berjuang untuk menggapainya. 

Setelah berdoa, Ku ayunkan kaki melangkah menuju mahameru. Cepat dan teratur. Bang oci memimpin di depan karena dia satu-satunya sudah pernah ke sini. Langkah kami terhenti pada jalan bercabang di tengah hutan yang lebat. Setelah menyenter-nyenter kami mengambil jalan ke kiri mengikuti bang oci, tapi anehnya jalan itu seperti sudah lama sekali tidak terlalui oleh siapapun, daun-daunya tinggi hingga sampai ke pinggang. Sempat kami berhenti dan mencari petunjuk dan menurut pentunjuk yang ada, jalan kami sudah benar.

Perjalanan di lanjutkan, tanjakan demi tanjkan, langkah yang trus beradu tanpa berhenti membuatku kewalahan, seketika badanku lemas dan ingin memuntahkan sesuatu. Iya, aku muntah tapi tidak mengeluarkan apapun, tertinggal di leher padahal sudah ku paksa untuk mengeluarkannya. “biasa kok itu, kamu lagi aklimatisasi nih, muntah aja gak papa” terang bang oci sambil menepuk-nepuk pundakku. Aklimatisasi adalah penyesuaian suhu tubuh terhadap cuaca yah begitulah yang dijelaskan reno, terlebih tubuh ini sebenarnya meminta istirahat tapi dipaksa untuk bekerja lagi.

Perjalanan berlanjut, kami terhenti karena ternyata jalur yang kami lalui adalah jalur lama, jalur ke mahaemeru sudah tidak melewati hutan arcopodo lagi karena ternyata ada longsor. Kami sudah sempat ingin menyerah tapi ternyata alam masih mengizinkan kami untuk melanjutkan perjalanan. Setelah ricard mencari jalan lain, didapatinya sebuah jalur air yang bisa dipakai sebagai jalan. kami meneruskan langkah dengan jalur hutan arcopodo yang sudah lama tidak digunakan. Hanya doa yang terus ku ucapkan dan keyakinan yang terus menguatkan membawa kami sampai di titik pertemuan jalur lama dan jalur baru, posko Arcopodo. 

Kami beristirahat sebentar, sambari menunggu bang oci menunaikan shalat subuhnya. Di hadapan kami, matahari mulai terlihat, langit sudah mulai berubah menjadi kuning keemasan. Setelah meneguk sedikit air dan memakan sepotong cokelat, kami melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini langkah semakin cepat, berharap kami tidak kesiangan sampai di puncak. Setelah berjalan kurang lebih 20 menit batas Vegetasipun terlihat. “Selamat datang di medan pasir guys” ucap ricard penuh senyum pahitnya. 
sunrise di arcopodo

Jika hanya dilihat, rasanya itu cukup dekat. Tapi setelah di jalani, ah sudahlah..

Perjalanan ke puncak kami berjalan sendiri-sendiri, Ricard memimpin di depan, kemudian sakti, aku, bang oci dan reno. Awalnya ricard masih menyemangati, tapi semakin lama wujudnya sudah tak terlihat. 

Mental saya sempat jatuh, karena kondisi jalur berpasir yang halus, dingin menyengat kulit, diperparah dengan pendaki lain yang sudah pada turun, dan summit diwaktu matahari sudah bersinar.

Di saat kami masih merangkak naik, di jalur sebelah kiri, orang silih berganti turun dari puncak, sesekali terdengar suara “semangat mbak, puncak masih jauh” yang semakin membuatku terpuruk. Rasanya ingin menyerah, kemudian berbalik badan dan pulang. Tapi ku urungakan niatku. 

Waktu berjalan semakin cepat tak terasa sudah jam 9 pagi dan kami belum sampai.
“masih jauh gak mas?” tanyaku
“wah sejam lagi mbak, kalau jalan terus yah mbak, semangat, oh iya star jam berapa?”
“jam 4 mas, kita kesiangan” jawabku pelan
“wah pantas mbak, kita aja berangkat jam 11 sampai puncak jam 6, semangat yo mbak, sebelum jam 10 harus turun mbak” ucapnya pelan tapi menusuk.

Kalimat itulah yang paling membuatku drop. “Sudah jam 9 dan saya masih disini, puncak masih jauh? Apa aku bisa sampai puncak tepat waktu?” sambil melempar tracking poolku  ku ke atas, kemudian ku kumpulkan tenaga, menarik napas dan aku mulai merangkak kembali.

Ricard dan sakti sudah terlihat sangat jauh, sedangkan reno masih berada di belakang, dia tertinggal jauh karena sempat tertidur, yah penyakit reno saat mendaki adalah ngantuk berkepanjangan. 10 meter di belakangku ada bang oci, “paksa dikit dee, gak usah berhenti terlalu lama, jalan trus aja, tai pelan-pelan” ucapnya.
“bang duluan aja, aku udah gak kuat” pintaku pelan
“yah puncak loh dikit lagi, ayok semangat” sambil mendekat ke arahku
“gak bisa bang, setiap orang punya batasan dalam dirinya, entar kalau di paksa trus aku pingsan, malah tambah kacaukan, orang aja naik dari jam 11 sampe puncak jam 6 lah kita? hebat banget kalau kita bisa sampai puncak” balasku dengan sedikit emosi yang sudah bercampur lelah diujung batas
“yah kamu harus melampaui batasmu itu, siapa bilang batas gak bisa dilewatin? Bisa, asal kamu mau, dan kita harus jadi orang hebat dong . Makanya ayok jalan lagi” jawabnya penuh semangat

Ucapan itu seperti petir menyambar di telingaku, kembali ku tegakkan badan ini yang sudah merintih tak berdaya. Mahameru masih berdiri dengan angkuhnya seolah menantangku untuk menggapainya. Ku ayunkan selangkah dua langkah, walaupun harus turun selangkah lagi. ku geser jaket untuk melihat jam, ternyata sudah jam setengah 10 dan aku belum sampai di puncak. Sedangkan orang sudah tidak boleh berada di puncak di atas jam 10. 

Jalur turunpun sudah sepi, hanya tertinggal segelintir orang. Rasa lelahku sudah diambang batas bahkan bagiku, aku sudah melewati batas itu.. Akhirnya bang oci menarikku, dengan sisa-sisa tenaga ini ku ayunkan kakiku sekali lagi dengan sangat berat.
Semaki dekat, semakin berat, dan tiba-tiba “bummm” suara ledakan dari  jonggring saloko. Ku lihat ricard, sakti dan beberapa pendaki lain berlarian dari puncak.

“bang udah asap kuning, bahaya, turun aja” teriak ricard. Mendengar itu rasanya aku ingin menangis, sisa berapa meter dan aku harus turun?, Untunglah aku bersama orang yang tak mudah menyerah.“ayok dek, angin mengarah ke sana kok, masih bisa kita ke puncak” kemudian kami meneruskan langkah dengan keadaan was-was.

“yakin mau muncak? Yaudah aku temenin, tapi kita harus cepat yah, sebelum meledak lagi, kita masih punya waktu 10  menit” tutur ricard

Satu langkah, dua langkah, puncakpun semakin mendekat, tenagaku benar-benar habis. Kakiku sudah tak berasa kaki.

 “udah sampai puncak kita dek, itu ke bendera sana fotoan” pinta ricard

Pukul 10.00 kami tiba di puncak, hanya ada kami bertiga. Sepi sepertinya Mahameru memang menunggu kami dengan kesunyiannya. 
sepiii dam sunyi

i'm here, mahameru peak, 3676 masl

Angin berhembus dengan pelan seolah berbisik “selamat datang di Mahameru, tempat para Dewa bersemayam, tanah tertinggi di Pulau Jawa”  aku menghela napas panjang ku ucapkan syukur pada Tuhan masih di izinkan menapakimu. Walaupun kami hanya kurang lebih 10 menit di Puncak, kami tetap bersykur. Bukankah puncak hanya bonus? Yang terpenting adalah perjalanan mendapatkan bonus itu bukan? dan kami mendapatkan keduanya :)
salah satu bonus dapat partner untuk sampai di sini :"
Kami bergegas turun, tak berapa langkah reno terlihat. Kami pikir dia tak akan meneruskan langkahnya karena sudah tertinggal jauh namun ternyata dia juga tidak menyerah. setelah menunggunya  di balik Batu, hanya bang oci yang menemani dia ke puncak, aku dan ricard sudah tak sanggup. Hahaa
terima kasih kakiku,  kamu selalu bertahan sampai akhir
Pukul 11.00 tepat kami semua turun dari puncak dan menjumpai sakti yang sudah kehausan. Track turunnya mah enak, meluncur, asal tau caranya pasti bakal cepat. Kami hanya sejam sampai tiba di batas vegetasi.  Bahkan masih bertemu pendaki lain yang hendak turun.
naik mah 6 jam, turunya sejam, warbiyasak~~~

Setelah beristirahat di Arcopodo, kemudian menghabiskan 1 botol marimas dan beberapa snack, kami melanjutkan perjalanan turun melalui jalur baru. Rasanya lebih lama, terjal, dan banyak kerikilnya. Tepat pukul 13.00 kami tiba di Kalimati disambut dengan makan siang yang sudah hamir jadi.

Mardy, jipo, angga, dan tian memulai pendakian di hari kedua, kami menganjurkan memulai pendakian lebih cepat misalnya jam 11 supaya sampai di puncak pas sunrise. Mereka berempat juga berhasil menggapai puncak tepat pukul 06.00. walaupun berbeda hari, kami bersembilan, berhasil sampai puncak. 
team muncak pertama + angga si gondrong di belakang

Kami team muncak pertama turun terlebih dahulu ke Ranukumbolo. Malam terakhir kami habiskan di Ranukumbolo, ditutup dengan cerita hantu tentang mistisnya gunung argopuro bersama tetangga tenda yang membuat ricard sakit kepala dan sulit tidur. 
 
menuju pagi

tak ada sunrise begitu indah yang dikatakan orang, hanya ada kabut tebal..


Sayangnya, tak ada sunrise yang begitu indah di Ranu kumbolo tertutup kabut tebal, tapi itu tak pernah kalah dengan kebersamaan dan pengalaman yang kami dapatkan.


lagi nongkrong, trus komentarin pendaki lain yang lagi lewat :"

fuull team, btw itu  bingung juga kenapa aku angkat kaki :" (ki-ka ; ricard, bang oci, tian, sakti, jipo, jacklyn, mardy, reno, angga)


Tepat pukul 11.00 kami meninggalkan Ranukumbolo menuju Ranupani dengan berbekal cerita yang tak aka pernah habis, pengalaman luar biasa yang tak akan pernah terlupakan. Terima kasih Tuhan mengizinkan kami melihat, sedikit surga yang kau titipkan di kepingan alam bernama Gunung Semeru.

Gunung Semeru, 3-7 Juni 2015

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment