one week left to live

Selain instagram, media sosial yang sering saya buka adalah Ask.Fm. saya bukan pengguna aktif mungkin hanya penikmat atau pembaca dari berbagai jawaban orang-orang yang saya follow. Jawaban mereka variatif, ada yang lucu, mencerdaskan dan ada pula yang hanya sampah, kemudian ada satu pertanyaan yang menggelitik, kira-kira pertanyaannya seperti ini : “if you were told you only had one week left to live, what would you do?” pertanyaan ini kemudian membuat saya merenung dan menjadi sangat emosional, bahkan sempat merasa sedih beberapa saat setelah memikirkan jawabannya.

Sebelumnya saya berterima kasih karena masih diberi waktu untuk menyiapkan diri bahkan dalam keadaan sehat sebelum benar-benar pergi meninggalkan semuanya, walaupun hanya satu minggu tapi rasanya itu sudah cukup walaupun terlalu banyak hal yang ingin saya lakukan.

Hari pertama:
Saya akan menulis beberapa surat kepada orang-orang yang (mungkin) pernah saya sakiti, orang-orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan ini terkhusus untuk papa saya, meminta maaf dan berterima kasih kepada mereka, masing-masing akan saya selipkan satu buah foto dengan muka terbahagia yang saya miliki, kemudian mengirimnya melalui pos. Setelah itu saya akan membuat satu buah album perjalanan dengan dia, berisikan foto dan sedikit kata-kata karena rasanya menulis terlalu banyak akan membuat dia sedih saat melihatnya. Lalu menelvon mama, dan janjian di Jakarta untuk melanjutkan perjalanan ke Singapura. Kenapa Singapura ? karena itu adalah negara yang paling dekat dengan Indonesia, secara saya tidak punya banyak waktu untuk melakukan perjalanan jauh. hal ini saya lakukan karena saya sudah pernah berjanji untuk membawa mama saya melihat dunia.

Hari Ke dua
Setelah sampai di Singapura, saya akan mengajak mama untuk berkeliling ke tempat-tempat indah yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, kemudian mengajak dia tidur di Hotel mewah, makan masakan paling enak di sana, tidak usah belanja Karena mama saya bukan tipekal konsumtif. Setelah seharian di sana, kami akan kembali ke Indonesia kemudian melanjutkan perjalanan ke Bali.

Hari Ke tiga
Sesampai di Bali, saya akan bertemu dengan sahabat-sahabat saya di sana, cukup dengan makan siang barsama karena sorenya saya akan mengajak mama saya bersepeda di Ubud, kemudian malamnya kami akan camping di danau Buyan, ingin sekali mengajak beliau mendaki gunung Batur melihat sunrise tapi rasanya tidak mungkin karena beliau tidak kuat mendaki. Selama perjalanan itu saya terus mengabadikan semuanya melalui foto, berhubung karena saya sangat jarang fotoan dengan beliau. Setelah pagi menjemput saya akan menuliskan dia satu puisi yang akan dia baca ketika saya sudah pergi.

Hari ke Empat.
Saya akan melakukan perjalanan ke Lombok bertemu dia. Menyewa satu buah Villa yang pemandangaannya masih bernuansa alam. Siangnya kami akan berenang, kemudian diving yang melawan phobia saya akan kedalaman dan membuktikan bahwa kedalaam tak kalah indah dengan ketinggian. Setelah itu kami akan mendaki Gunung Rinjani, kali ini pakai porter supaya perjalanannya cepat dan gak perlu bawa banyak perlengkapan lagi. Melihat sunset dan senja di Plawangan, tidak usah ke puncak karena saya hanya ingin camping di Plawangan Sembalun, memasak buat dia, karena selama ini dia yang selalu memasak buat saya terlebih jika itu di gunung. Malamnya minum kopi sambil melihat milkyway, berbaring di bawa matras sambil membicarakan apa saja yang kami telah dan belum lalui, dan akan tetap terjaga sampai matahari terbit di ufuk timur. untungnya kami adalah dua manusia yang bisa menyembunyikan perasaan jadi ku pastikan malam itu tak ada adengan sedih-sedihan.

Hari ke lima.
Saya akan kembali ke Sulawesi, bertemu dengan sahabat-sahabat saya yang ada di sana, di Makasar ataupun di Toraja. Bercakap-cakap tanpa perlu ada kesedihan. Malamnya bertemu keluarga. Makan malam di tempat terenak dan menghabiskan malam bersama mereka.

Hari ke enam
Saya akan di rumah saja, menghabiskan waktu dengan menulis dan menyiapkan apa saja yang akan saya tinggalkan untuk mereka yang sayangi. Saya juga akan menulis satu tulisan tentang perjalanan saya seminggu terakhir, tentang betapa beruntungnya saya pernah di lahirkan dari rahim seorang ibu seperti dia, dan mempunyai kakak yang selalu mau berbagi dan mengerti untuk semua saya butuhkan, mempunyai sahabat-sahabat yang begitu menyayangi saya, dan tentu mempunyai dia yang begitu sabar menghadapi kekurangan saya. Setelah itu saya akan mencetak foto saya yang paling cantik yang akan menjadi foto terakhir  yang akan terpasang di depan tempat peristirahatan terakhir saya.

Hari ke tujuh
Hari itu tiba. Pagi-pagi buta saya akan pergi ke sebuah bukit di belakang rumah kakak saya, kemudian berdoa dengan khusuk seperti yang dilakukan Tuhan Yesus di Taman Getzemani sebelum ia tertanggap. Saya akan meminta ampun dan menyiapkan diri untuk menghadap Bapa di Surga. Saya tenang, saya senang, dan semua selesai.
----
Tulisan ini saya buat dalam keadaan yang begitu melibatkan emosional, saya sempat menangis, dan sedikit merasakan mengapa banyak orang yang sangat takut akan kematian, mungkin karena ketidaktauan kita setelah mati kita ke mana, atau bagaimana rasanya mati, dan lebih membuat orang takut adalah menjadi yang terlupakan. Menjabarkan tentang kematian membuat bulu kuduk saya merinding, membuat pikiran menerawang terlalu jauh. Biarkanlah itu menjadi rahasia ilahi, tugas kita hanya menjalani hidup sebaik-baiknnya kemudian kita akan tiba di tujuan akhir bernama kematian, siap atau tidak siap, hari itu tetap akan tiba.

Dari pertanyaan itu pun, saya kembali mem-falshback tentang pencapain apa yang saya telah raih dan belum gapai. Dan jawabanya, tidak akan ada yang benar-benar siap menghadapi maut sekalipun kau telah diberi tahu bahwa waktumu tinggal seminggu. Seperti perpisahan, tak ada yang benar-benar siap menghadapinya walaupun kita sudah tahu perpisahan itu akan datang cepat atau lambat. Karena itu mulai sekarang mari kita memaknai hidup kita sebijak mungkin dan menggunakan setiap detik waktu sebaik mungkin karena hidup hanya sekali dan kematian siap menjemput kapanpun itu. 

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment