Gunung Argopuro (II) : Gunung terlengkap sejauh kaki melangkah


Cikasur-Cisentor 4,5 Jam
Jalur ke Cisentor di sambut dengan tanjakan yang cukup terjal dan melelahkan, namun bukan lagi savanna cokelat yang akan kita lihat melainkan savana hitam. Sungguh, bumi membakar dirinya sendiri melalui mataharinya, tapi ajaibnya walaupun habis terbakar, jalur ke cisentor masih sangat jelas, dan yang tidak terbakar hanya lintasan jalur itu saja, semuanya benar-benar habis terbakar. Setelah melewati beberapa savana hitam, kita akan melipir ke tebing yang seperti habis longsor, melewati batang-batang pohon yang tumbang karena kebakaran, patahan ranting-ranting pohon, dan beberapa titik api yang masih cukup panas. Kemudian setelah itu kita akan turun lagi ke bawah lembah yang cukup curam,  perlahan suara gemercik air terdengar dan sebuah bangunan semacam shalter terlihat, akhirnya kami tiba di post ngecamp cisentor. Oh iya, sebelum kami berangkat, kabar bahwa argopuro terbakar memang dikonfirmasi bapak Sus bahwa itu betul, tapi kebakaran itu hanya di Cisentor  bukan di jalur dan itu sudah beberapa hari yang lalu, semuanya benar kami memang sudah membuktikannya.
hanya lintasan jalur saja yang tidak terbakar
menyelusuri hutan yang terbakar
titik api
Akhirnya setelah berjalan seharian kami tiba di cisentor pukul 5 sore, sudah hampir gelap saat kami mendirikan tenda di sana. Malam di cisentor lebih tenang dari malam di post mata air 2, tak ada hewan yang mengganggu padahal dugaan kami banyak hewan yang akan berlalu lalang karena dekat dengan sumber air tetapi nanyatanya malam kami ditutup dengan tidur yang sangat pulas.
tempat ngecamp di cisentor

bersih-bersih peralatan dulu coy

sungai di cisentor


Cisentor-Rawa Embik, 1,5 jam
Kami berangkat pagi sekali, dari rencana awal jam 6 kemudian bergeser ke jam 7, di cisentor kami berpisah dengan abang-abang dari Bekasi itu, karena kami yang memulai perjalanan sangat pagi untuk bisa tiba di puncak sebelum jam 12. Jalur ke Rawa Embik cukup nanjak bahkan di sini kami hampir tersesat karena kurangnya petunjuk, tapi syukurlah setelah 1,5 jam kami sampai di Rawa Embik, mata air terakhir tertinggi di Gunung Argopuro.
istrahat dulu sebelum nanjak lagi

Rawa Empik-Savana Lonceng 1 jam
Perjalanan ke Savana lonceng cukup melelahkan karena naik turun bukit sungguh terasa, di perjalanan ini juga kita akan bertemu dengan lahan Edelweis yang cukup luas, dan sempat beberapa kali terkecoh karena menebak-menebak mana puncak Argopuro, ya dijalur ini banyak sekali puncak gunung yang terlihat. Setelah menelusuri hutan, Savana lonceng pun terlihat dan puncak argopuro berdiri dengan gagahnya.
perjalanan ke savana lonceng

Savana Lonceng-Puncak Argopuro 20 Menit, Puncak Rengganis 15 Menit
Savana lonceng itu berada di antara Gunung Argopuro dan Gunung Welirang yang puncaknya di sebut puncak Rengganis. Setelah menaruh carrier kami dengan terburu-buru memulai pendakian ke puncak argopuro terlebih dahulu  perjalanan cukup cepat karena beban di punggung sudah terlepas. Setelah 20 menit berselang, akhirnya kami sampai di pucak. Puncak Argopuro itu biasa saja, tak ada pemandangan seindah Rinjani dan Semeru, tingginya pun hanya 3088 mpdl tak sebanding dengan jauh perjalanannya. Di Puncak terdapat beberapa puing-puing bebatuan seperti sisa bangunan, yah seperti cerita yang beredar, di puncak argopuro juga terdapat kerajaan. Sebelah kiri puncak, sekitar 15 menit kita akan sampai di puncak Arca. Sayangnya, kami tak sempat ke sana berhubung karena waktu yang begitu terbatas.
puncak argopuro 3088 mdpl

Tak lama di puncak, kamipun segera turun karena waktu sudah menunjukan pukul 12. Turunnya tak kurang dari 10 menit. Kemudian ricard dan bang oci bergegas ke puncak Rengganis. Saya dan Ando tidak melanjutkan perjalanan karena kaki saya yang sudah sangat sakit sehingga lebih memilih mensavenya untuk perjalanan pulang saja. setelah menunggu 20 menit, bang oci dan ricard pun kembali, entah mereka lari atau jalan, yang jelas mereka cepat sekali, haha mie saya saja belum habis mereka sudah muncul kembali.
jalur ke istana rengganis

bekas kolam rengganis

sebuah makam, entah ini makam dewi rengganis atau dayang-dayangnya

Dan ternyata pertemuan di Cisentor adalah pertemuan terakhir dengan bang joleng, bang godel dan bang godi., karena pasca kami turun dari puncak kehadiran merekapun belum terlihat, sehingga kami mulai berasumsi bahwa mereka tak ke puncak tapi dari cisentor langsung ke danau taman hidup, karena mengingat mereka berkata “buru-buru banget sih,ngapain juga ke puncak toh puncaknya gitu-gitu aja”.

Savana Lonceng-Danau Taman Hidup 4,5 jam
Sebenarnya dari savanna lonceng-Taman hidup dibutuhkan waktu sampai 9 jam jika kita turun kembali ke Cisentor. Tetapi kami mengambil jalan potong kompas yang hanya memakan waktu sekitar 5 jam saja. Dengan informasi yang kami dapatkan dari bang joker BASARNAS Jember yang kami temui di basecamp, jalur pintas itu belum banyak dilalui pendaki karena biasanya pendaki lebih memilih untuk turun kembali ke cisentor. Tetapi karena kondisi jalur yang belum cukup jelas jadi alangkah baiknya jika pendakian di siang hari, inilah yang menyebabkan perjalanan hari ke tiga kami benar-benar ngebut karena takut terkena malam di jalur pintas itu. Tetap pukul 1 siang kami meninggalkan savanna lonceng menuju danau taman hidup. Di savana lonceng terdapat perempatan jalan, jalan pintas itu mengambil jalan ke kiri membelah gunung Welirang dan gunung Argopuro. Clue yang kami dapatkan hanya “trus ambil jalan ke kanan jika menemui pertigaan atau peempatan. Awalnya kita akan di sambut dengan tanjakan seperti jalur menuju puncak Argopuro, jalannya sangat sempit, ranting pohon cukup banyak yang menghalangi, untunglah banyak straight light atau petunjuk jalan berupa tali yang di ikat pohon yang sangat membantu kami. Bagi pendaki-pendaki yang telah memasang straight line di sepanjang jalur Argopuro maha besarlah jasa kalian.

melipir duluuu




Setelah menanjak, kita akan benar-benar turun dari kemiringan 70 derajat. Di tengah kami yang sedang beristirahat merebahkan lelah, hujan datang tanpa permisi, seketika kami bergegas untuk melanjutkan perjalanan setengah berlari. Kurang lebih 2 jam akhirnya kami sampai di sungai yang setengah kering, entah apa nama sungai yang kami temui itu, hujan kemudian reda setelah kami melewati semacam ladang jagung, kemudian menurun lagi ke post bernama cemara lima. Disini kami sempat bingung karena masih menduga-duga arah danau taman hidup itu di selatan atau utara, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil jalur ke kanan setelah cemara lima, di jalur ini yang ditemui hanya jalan sempit yang di sebelah kanan adalah jurang yang menganga, semacam berjalanan melipir di tebing gunung yang entah apa namanya. Di sini pula saya hampir jatuh ke dalam jurang, karena sewaktu melompat ke sebuah batu hentakan pijakan saya meleset, untunglah masih ada kaki kiri saya menahan setengah badan dan sempat memegang di ranting pohon.  Setelah berjalan kurang lebih 1,5 jam akhirnya kami masuk ke Hutan Lumut, hutan yang benar-benar rapat, bahkan cahaya matahari seolah enggan untuk masuk ke dalam hutan ini. Gelap, lembab, dan seperti memasuki rumah satwa- satwa yang ada di Argopuro bahkan di sini bang oci sempat melihat macan hitam melintas. Sepanjang perjalanan melintasi hutan lumut tak ada obrololan berarti yang tercipta hanya ada suara satwa-satwa liar dan langkah kaki yang beradu bahkan kesepakatan kami akan beristirahat setelah sejam berjalan pun sudah tak ada, kaki saya saat itu sudah benar-benar sakit, bahkan saya sempat meringis dalam hati menahan sakitnya, Ando yang di belakang sayapun sejenak memberi nasehat bahwa kita berhenti saja kalau memang saya sudah tak kuat, tapi saya masih kekeh untuk tetap berjalan karena kondisi hutan yang sudah tidak kondusif di tambah hari sudah mulai gelap. Namun akhirnya, kaki saya benar-benar tak tertahankan kemudian saya berhenti, sebenarnya udah mau nangis tapi masih gengsi hahaha syukurlah bang oci juga minta break untuk menunaikan ibadah sholat mangrib, saking tak ada jalur yang terbuka bang oci sholat di jalur, dan beberapa meter di belakangnya sayapun  pipis di jalur karena takut masuk hutan dan udah kebelet banget :”
memasuki hutan lumut
Kami beristirahat sekitar 10 menit kemudian bergegas kembali, setelah jalan sekitar 15 menit, rasanya kami sudah sampai di ujung hutan itu, tak ada pohon lagi yang menghalangi, tetapi kami masih tak tahu yang di depan itu apa karena benar-benar tertutup kabut. Ahirnya tepat pukul 5.30 sore kami sampai di danau taman hidup di sambut dengan kabut yang perlahan memenuhi danau dan suasan danau yang sangat sepi. Setelah berunding, kami akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda bukan di kawasan danau, karena banyak pertimbangan. Kami mendirikannya di semacam pintu masuk danau. Setelah itu yang lainnya mendirikan tenda dan saya terduduk lemas di batang pohon karena sudah sangat lelah menahan sakit di kaki.

Awalnya kami memutuskan untuk tidak mengambil air, memakai air sisa 2 botol yang ada saja, karena hari sudah gelap, jarak ke danau juga cukup jauh, tapi karena kami benar-benar kotor (habis kena hujan dan lumpur) jadi Ando dan Ricard tetap ingin ke danau mengambil air di ikuti dengan bang oci yang sekalian ingin wudhu pakai air saking kotornya disusul saya yang tidak berani di tenda sendirian. Akhirnya kami berempat berjalan menuju danau, mahan dingin yang menusuk, menerobos kabut malam, demi mendapatkan air. Malam itu ditutup dengan makan bunuh (istilah ando) alias makan besar sebagai penghabisan dari hasil irit-irit kami beberapa hari di gunung dan kebingungan karena ingin menyalakan bara api agar tenda kami tidak diganggu hewan-hewan liar tapi nyatanya nihil karena semua kayu basah terkena hujan sore tadi dan persedian garam kami habis karena Ando memakai semuanya untuk menaburi tenda di cisentor saat itu. Kami semua hanya bisa pasrah semoga semuanya baik-baik saja.
danau taman hidup

memang benar, danau taman hidup begitu magis, seolah dibalik danau ini ada sesuatu yang begitu istimewa

Danau Taman Hidup-Desa Bremi 3 jam
Perjalanan ke Desa Bremi itu hampir sama dengan perjalanan ke gunung Agung, menuruni hutan yang terjal selama 3 jam, untuk jalur naik rasanya Bremi memang lebih gila dari jalur Baderan karena di Bremi, bunos itu sangat sedikit selebihnya tanjakan nyeri di kaki dan memilukan ketika di lihat.  Karena itu Bremi memang sangat cocok di pakai untuk jalur turun tapi lebih cepat jika digunakan sebagai jalur naik walaupun tanjakan untuk tujuan Puncak Argopuro, jika kuat 2 hari perjalanan kita sudah bisa sampai di Savana Lonceng. dan sini pula, rekor menangis di gunung pecaaahhh karena kaki saya keseleo, beh sakitnya gak usah ditanya, tapi karena langsung ditindaki Ando alias di urut jadi sedikit membaik dan lebih syukurnya lagi masih bisa dipakai jalan. 
selfie di saat2 badan udah capek banget yah gini, buraaam :"

Setelah melewati hutan, kita akan bertemu dengan hutan pinus, disini kadang kali kita dibuat terkecoh karena banyaknya jalan yang bercabang. Setelah itu kita akan memasuki perkebunan Anyer, disini pemukiman warga sudah terlihat, namun sebelum kami sampai di perkebunan yang dari mata memandang masih sangat jauh, kami bertemu dengan ojek yang kebetulan ingin ke ladang, setelah kami berunding kami di beri harga Rp. 25.000 sampai di bremi. Akhirnya kami sepakat karena menurut bapak ojeknya bis ke Kota Probolinggo itu terakhir jam setengah 4 sore, sedangkan waktu sudah menunjukan jam 2.30, estimasi waktu jika berjalan kaki kurang lebih 2 jam. Kami akhirnya langsung diturunkan di bis Probolinggo itu parkir, setelah sempat makan bakso dan membersikan diri (tapi belum sempat mandi), kami meninggalkan desa Bremi tepat pukul 3.30 diiringi dengan geremis yang perlahan membasi jalan, sejenak pandangan saya beralih ke sebelah kanan jalan masih terlihat begitu megahnya pengunungan Yang berjejer seolah memberi pertanda bahwa alam yang mereka milih benar-benar indah dan hanya mereka yang benar-benar tabah sampai akhirlah yang bisa menaklukannya.

Gunung Argopuro, 28-31 Oktober 2015

------------------------------------
How to get there :
-berangkat dari Bali mengggunakan Bis Indonesia Abadi (non AC) jurusan Probolinggo, sedangkan berangkat dari Bandung/Jakarta menggunakan kereta Jurusan Probolinggo, kemudian sambung lagi naik Angkot jurusan Desa Besuki
-setelah sampai di Probolinggo, jika rombongan banyak maka alternatifnya menggunaan mobil sewah saja, namun jika sedikit menggunakan Ojek, atau mobil hasil angkut sapi jurusan Desa Baderan.

Trip Cost :
-Tiket Bis Bali-probolinggo Rp.90.000/orang
-Mobil/Ojek ke Desa Baderan Rp. 35.000/orang
-Bayar Simaksi pendakian Rp.20.000/hari/orang + Rp.20.000/team
-Jika mau, Naik Ojek dari Basecamp-Pintu Rimba Rp.25.000-Rp.50.000 (tergantung nego)

Trip tricks :
-bawalah lebih banyak cadangan logistik karena perjalanan ke Argopuro itu sangat jauh bahkan bisa sampai 5 harian.
-siapkan mental dan fisik, karena jalur ke Argopuro itu lebih banyak naik-turunnya jadi lebih membuat mental cenderung drop
-menjaga perkataan dan perilaku karena gunung argopuro masih tergolong magis.








CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment