Gunung Latimojong ; Perjalanan menuju atap tanah (Kelahiran) Sulawesi


Gunung Latimojong adalah gunung yang paling ingin saya tapaki tahun ini, gunung ini menjadi daftar nomor satu di list inginku. Beberapa ajakan berdatangan, sempat tergiur dan tergoda, tapi ku tepikan demi satu ingin menapakinya bersama mereka. Dan ternyata di penghujung bulan July salah satu mimpi tercapai, menapaki atap Tanah Kelahiran, Puncak Rante Mario.
Atap Sulawesi
Jumlah personil awal dari pendakian ini sebenarnya 6 orang dari latar belakang dan kota berbeda, tapi seperti biasa gunung selalu memilih pengunjungnya sendiri, gugur 3 orang dengan alasan yang berbeda, tersisalah kami bertiga, Icad, Bang Oci, dan saya sendiri. Dan sejujurnya saya juga hampir mengudurkan diri dari pendakian ini tapi Latimojong masih mengizinkanku untuk bertandang ke alamnya.

Perjalanan dengan persiapan ala kadarnya, bagaimana tidak kami masih berada di dalam bioskop menonton Jilbab Traveler pukul 21.00 WITA, sedangkan kami akan dijemput oleh mobil sewa ke Desa Barakah, Enrekang pukul 24.00 tepat. Jika difikir-fikir, kami ini terlalu nekat  tapi setelah dilalui semuanya berjalan sesuai dengan rencana.

Makassar-Desa Barakah, Enrekang
Ada beberapa alternatif menuju Desa Barakah dari Makassar, menggunakan mobil sewa jurusan Makassar-Enrekang seharga 80-100k atau mencarter mobil sejenis avansa seharga 800k . kami berangkat dari kota Makassar tepat pukul 24.00 dengan kecepatan di atas rata-rata mobil melaju menembus jalan yang sudah mulai sepi, apesya mereka masih sempat berbohong kepada saya kalau mereka lupa membawa headlamp, matras dan pisau. Seketika saya pasrah perjalanan tanpa persiapan bersama mereka akan seperti apa.

Enrekang, Pukul 04.30
Dingin menusuk kulit menyambut kedantangan kami, karena kecepatan mobil di atas rata-rata kami sampai 1.5 jam lebih cepat dari biasanya.  Dan bapak supirnya menurunkan kami di pasar Barakah pagi-pagi buta sehingga untuk mencari aman kami beristirahat di Masjid Desa Barakah. Sesampai di sana kami bertemu dengan pendaki lain yang juga sedang menunggu datangnya pagi. Merekalah yang akan menjadi teman perjalanan kami ke Puncak Rantemario.

Desa Berakah - Dusun Karangan, Desa Latimojong
Jika ingin murah transport ke Karangan maka tunggulah sampai hari pasar yang jatuh pada hari Senin dan Kamis. Kita bisa menggunakan mobil truk yang mengangkut barang ke Dusun Karangan, namun keberuntungan pada hari itu tidak memihak kepada kami, setelah menunggu sampai siang ternyata truk ke Dusun Karangan tidak ada, jadilah kami mencari alternative lain yaitu naik Jeep. Kami memulai perjalanan dari Basecamp KPA Pakis di Desa Barakah, dari hasil tawar menawar kami mendapatkan harga sewa Jeep Rp.1.400.000/PP. semakin banyak orang semakin murah, dan untunglah kami bertemu teman yang lain sehingga  pembagian bisa semakin murah.
wujud jeep yang menjadi saksi perjalanan

Perjalanan menuju Karangan luar biasa menguji adrenali karena jalan yang belum di aspal, tanah liat, menelusuri jalan berkelok-kelok, dan ada beberapa titik yang becek parah bahkan kami sempat melewati sungai kecil. Tapi sejelek-jeleknya jalan, saya si tukang tidur masih bisa tertidur dengan berbagai gaya dengan keadaan yang mengguncangkan seluruh tubuh selama kurang lebih 3,5 jam perjalanan.
view sepanjang jalan ke dusun karangan
bukan, ini bukan puncak rante mario, 
berhenti untuk nurunin barang titipan warga
salah satu jalur yang paling ngegas 
Hujan gerimis menjadi penyambut yang syaduh kedatangan kami di Desa Latimojong. Desa ini sangat kecil berbentuk kotak tapi memiliki warga yang cukup ramah. Setelah mendaftar kami bergegas ke Masjid untuk berteduh namun ternyata alam masih memberikan kemudahannya, hujan seketika reda ketika kami bersiap melangkahkan kaki menyelusuri Hutan Latimojong.



si tukang tidur selama perjalanan, di manapun dan kapanpun :")

masjid dan gerimis menjadi awal perjalanan kami



Desa terakhir-Pos 2 (2,5 jam)
Tepat pukul 18.00 kami meninggalkan Desa terakhir, memulai melangkah untuk tujuan yang begitu jauh. Jalur ke Pos 1 cukup jauh, kurang lebih 1 jam dengan jalur yang masih banyak di cor, tanah liat, naik turun tanjakan, dan belum memasuki hutan yang rapat, di sini kita akan melihat pemadangan yang masih terbuka, namun jalur seperti ini adalah jalur yang membosankan dan menyiksa terlebih jika dipakai untuk jalur pulang.

Sedangkan jalur ko pos 2 sudah memasuki hutan yang rapat, lebih banyak turunannya karena itu mengarah ke aliran sungai yang tepat ada di pos 2. Jalur menuju pos 2 cukup licin karena seperti melipir turun ke bawah yang sebelah kirinya adalah jurang menganga, dan kami melalui jalur ini pada saat malam hari jadilah perjalanan cukup lama, yang biasanya hanya sejam kami sampai satu setengah jam, itu dikarenakan kondisi tanah yang basah sehabis hujan menyebabkan jalur terlalui sangat licin dan cukup menguji mental.

Kami sampai di pos 2 pukul 20.30, kondisi pos 2 malam itu sangat ramai, dan area untuk camping ground yang tidak luas hanya memuat 5-7 tenda membuat kami kesulitan mencari tempat untuk mendirikan tenda. Setelah mencari ke sana ke mari, semua lapak penuh yang tersisa hanya di atas batu yang tidak layak untuk di didirikan tenda namun atas banyak pertimbangan (badan sudah lelah butuh tidur x dingin) 2 tenda berhasil berdiri ala kadarnya.

Sedangkan tenda kami belum berdiri sama sekali, kami lebih memilih memasak terlebih dahulu, setelah perut kenyang Bang Oci menyuruh saya untuk meminta izin ke abang-abang tenda biru untuk mendirikan tenda tepat di sebelah tenda mereka. Sebenarnya masih tersedia sedikit space namun itu sangat kecil, tidak akan muat mendirikan satu tenda berukuran 4-5 orang. 

Namun seperti biasa ketika kepepet bertemu kesempatan kecil maka peluang tetap tercipta, Bang Oci berhasil mendirikan tenda di atas tanah ukuran 2x1 yang berbatasan langsung dengan jurang, tenda itu memang tidak berdiri dengan kokoh karena hanya 1 tulang fream yang menyanggahnya saja, kalau kata kami pada malam itu “yang penting bisa tidur malam ini dan terhindar dari dinginnya sungai latimojong”. Malam itu ditutup dengan perasaan was-was akan jatuh ke jurang karena kaki kami benar-benar berbatasan langsung dengan pinggiran jurang yang mengarah ke sungai. Sungguh tempat tidur yang akan terlupakan.
  
Pos 2-3 (1 jam)
Dari semua jalur, perjalanan ke pos 3 adalah jalur yang paling terekam di otak pendaki-pendaki yang telah menapaki Gunung Latimojong. Setelah melihat dan merasakannya langsung ternyata memang benar jalur ini benar-benar minta ampun, tanjakan cinta di semeru mah kalah sama tanjakan ini. Bagaimana tidak, di jalur ini tidak ada landainya, benar-benar nanjak tanpa jeda, beberapa titik malah harus berpegang pada ranting pohon atau rotan yang sudah diikat sebagai tali untuk membantu pendakian. Untunglah, jalur ini tidak begitu jauh, hanya kurang lebih sejam pos 3 sudah menanti di depan mata.
salah satu jalur pos 2 yang paling terekam di otak

Pos 3 – 4 (40 menit )
Di jalur ini perjalanan sudah cukup landai dan sedikit santai, walaupun tanjakan tak akan pernah habis di gunung ini, setidaknya tdiak seekstrem jalur sebelumnya, jarak tempuh juga cukup dekat jika berjalan dengan normal tidak sampai sejam kita sudah sampai di pos 4. Oh ya, di Gunung latimojong itu banyak lalat yang akan setia mengikutimu sepanjang perjalanan, dan di pos inilah lalat itu selalu menempel di telinga, seolah menjadi teman perjalanan.

Pos 4-5 (2 jam)
Perjalanan ke pos 5 cukup panjang masih dengan pemandangan hutan rapat dan tanjakan yang tak ada habisnya, lelah sudah menyerang tubuh tapi perjalanan harus tetap berlajut, setelah berjalan kurang lebih 2 jam, pos 5 telihat. Pos 5 adalah camping ground ke dua setelah pos 2 karena letaknya yang cukup luas dan ada sumber air, banyak orang yang juga memilih untuk mendirikan tenda di pos 5. Di sini kami istirahat cukup lama, sekalian merangkap  makan siang dan mengisi botol air.

bersama 2 pendaki sebelah kanan yang mau bagi space buat nenda di pos 2

Pos 5-6 (2 jam)
Jalur menuju pos 6 semakin sulit Karena tanjakan yang tak berkesudahan dan tenaga yang semakin terkuras menambah beratnya perjalanan, namun seperti biasa itu tak akan pernah menghambat perjalanan, hanya mungkin akan mengurangi ritme langkah. Karakteristik Gunung Latimojong terletak pada tanjakan yang tak berkesudahan dan hutan yang rapat tapi memiliki air yang berlimpah.

Pos 6-7 (2 jam)
Jalur ke pos 7 sudah mulai terbuka, bahkan ada satu spot yang instagramable banget yang saya lewatkan karena saking lelahnya, di jalur ini saya jalan sendirian karena teman-teman saya pecah menjadi 2 ada yang di depan dan di belakang, jadi dengan hati yang sedikit tangguh saya melangkah dengan perasaan campur aduk melewati hutan lumut yang sangat rapat menjelang magrib. Untunglah saya bertemu dengan bang Ipul yang menemani perjalanan selanjutnya. 
setelah menyelusuri hutan, akhirnya ketemu spot yang terbuka
awanpun mulai beranjak bergerak memenuhi langit
Paling menyebalkan di jalur ini adalah janji manis pendaki, setelah spot terbuka bang Oci mengatakan bahwa pos 7 sisa 20 menit lagi, dan saya dengan polosnya percaya. Melangkah bahwa 20 menit lagi lelah ini akan berakhir, namun kenyataannya saya hampir berjalan satu jam lebih dengan perut yang sudah lapar. Sampai di pos 7 tenda sudah berdiri dengan kokoh, nasi sudah di atas kompor, Ricard sudah pergi mengambil air, walaupun mereka terkadang menyebalkan tapi mereka memang team yang sangat pandai perihal  memanajemen waktu dan kondisi. Itulah kenapa sejauh kaki melangkah mereka berdua adalah travelmateku yang paling menyebalkan sekaligus terbaik.

Di pos 7 adalah titik point terakhir menuju puncak, camping ground di sinipun cukup luas dan sangat dekat dengan sumber mata air, tapi dinginnya tidak usah ditanyakan lagi. Saya sempat mengigil hebat menjelang subuh, bahkan saya orang yang pertama kali menolak untuk memulai summit menjelang sunrise saking dinginnya cuaca menuju pagi.
salah satu spot di pos 7
Malam di pos 7 di tutup dengan candaan usang kami bertiga, bahkan suasana dalam tenda kami sangat hangat karena kami memasak di dalam tenda, dan tetap menyalakan api kompor untuk menjaganya kehangatan tubuh. Dan tentu saja drama rebutan sleeping bag tetap menjadi bumbu sebelum tidur, iya kami hanya bawa 1 SB, hehee jangan di nyinyir yah, kami memang terkadang menjadi pendaki yang (kurang) safety heehee lagi.

Pos 7 – Puncak Rante Mario (45 menit)
Setelah banyaknya pertimbangan Kami memulai langkah pukul 06.30 menuju puncak Rante Mario, jalur ke puncak cukup landai hanya satu kali tanjakan maka kita akan bertemu banyaknya puncak bayangan yang mengecohkan pandangan. Banyak yang bilang, jika jalur ke puncak tertutup kabut maka lebih baik berhenti saja, itu dikarenakan banyaknya jalur bercabang dan luasnya jalur sehingga rentan membuat kita bingung. Untunglah pada saat itu, kami sedang diberkati sehingga langit sangat cerah tanpa kabut. Yang unik dari jalur menuju puncak ini banyaknya batu yang disusun ke atas, saking banyaknya sehingga itu menjadi pemandangan yang khas dari gunung ini.


jalur menuju puncak 

banyak puncak bayangan yang buat mental drop
mendekati puncak, samudera awan semakin terlihat jelas

Dari jauh terlihat tringgulasi fenomenal itu, ku lihat sayup-sayup dengan nafas sedikit terengah-engah berjalan menuju ke arahnya, pelan-pelan suasana ramai mulai terlihat. Akhirnya saya sampai di Tanah tertinggi Sulawesi, Gunung ter-pengen tahun ini, dan bonusnya karena bersama mereka.
tringgulasi di puncak Rante Mario

ini berdirinya di atas ranting pohon loh hehee

Ada perasaan bangga tersendiri bisa sampai di Puncak Rante Mario karena kaki kecilku yang sering terkelir ini bisa juga sampai di sana, Latimojong was definitely the most crazy and difficult hike I have ever done, yes it’s true. Gunung ini  yang buat saya muak dengan yang namanya tanjakan dan benar-benar sempoyongan ketika perjalanan pulang mendakati Desa Terakhir. Dan benar sih kata orang-orang kalau kamu belum coba mendaki di gunung Latimojong artinya  pendakianmu belum jauh dan belum seberapa. tanjakannya angka 1, naik terus tidak mengenal ampun. Ah Latimojong terima kasih membuat saya sadar akan sesuatu dan menjadi pendakian termenguras tenaga, pikiran dan tentu saja hati.
sedikit haru karena walaupun kaki ini sering terkelir saat naik gunung,
dan kondisi pikiran hati sedang tidak sinkron tapi saya bisa juga sampai di titik ini. 


full team Anoa 138 (ki-ka : opi,icad, zaki, oci, barok, ipul, jeklin, sari)

Perjalanan Pulang  (± 7 Jam)
Setelah turun dari puncak kami kembali ke pos 7 untuk beres-beres dan makan siang, kemudian melanjutkan perjalanan pulang. Kami star dari pos 7 pukul 13.00. perjalanan pulang tentu lebih mudah karena didominasi dengan turunan jadi akan lebih cepat, namun seperti biasa turunan selalu menjadi musuh terberat saya yang rentan sekali jatuh ketika turunan, dan benar saja belum turun dari pos 7 saja saya sudah mulai jatuh, berkali-kali saya jatuh bangun sampai lecet di mana-mana, tapi yang  terparah saya jatuh dan tergelincir di jalur menuju pos 5, kaki kiri jadi sasaran empuk, engkel kaki kena lagi. Dan dengan sisa tenaga ku lanjutkan perjalanan, setelah sampai di pos 3 kami bertemu dengan teman yang lain, si Sari dengan sigap membebat kaki ini, dan dengan modal sandal jepit saya mencoba turun menuju pos 2. 
tampang lusuh dengan kaki yang sumvah ini gak keren abis tapi gak papah, demi kelangsungan hidup..
ini jembatan di pos 2. 

Perdebatan masih terjadi ketika kami sampai di pos 2, apakah kami akan langsung terus ke Karangan atau ngecamp lagi di pos 2, pertimbangan terjadi karena saya dan Barok sudah drop di tambah hujan sudah mengguyur tanpa ampun, sedangkan membayangkan jalur ke pos 1 saja saya sudah enggan apa lagi melaluinya. Namun kembali lagi, saya tidak ingin mengacaukan rencana awal, akhirnya kami sepakat bahwa perjalanan akan terus berlanjut malam itu. 

Saya hanya mengganti sandal dengan sepatu, memakai jas hujan, memegang erat headlamp dan berkeyakinan bahwa semua akan baik-baik saja. Walaupun di perjalanan hujan turun tanpa pengertian sama sekali, ditambah banyak adengan mistis yang sungguh sangat mengganggu dibumbui drama jatuh, salah pijak, dan kaki yang sudah sangat sakit, kami berhasil sampai dengan selamat tanpa berkekurangan apapun.

Tepat pukul 21.15 kami sampai di Desa Latimojong Dusun Karangan dengan kondisi yang basah, kaki sudah tak berasa kaki, badan yang sudah lemasnya minta istirahat, dan perasaan haru karena sudah berhasil menyelesaikan pendakian ini sesuai dengan rencana, mengingat bagaimana pendakian ini berkali-kali hampir batal dengan berbagai alasan yang sangat jelas, seketika saya dan Ricard hanya bisa tertawa masam. Sampai jumpa sahabat-sahabatku di perjalanan lain, semoga ini bukan pendakian bersama kita yang terakhir kali karena masih banyak gunung-gunung yang siap dibuatkan cerita.

dari banyaknya teman yang menemani langkah,
 kalian tetaplah yang terbaik, aku tidak akan perlu kuatir jika harus menghabiskan berhari-hari di hutan, atau pergi ke tempat jauh yang tak ada sinyal asal itu bersama kalian,
 terima kasih untuk satu puncak tertinggi lagi.
(calana usang, kaki terkilir, sendal jepit)
Rante Mario, 3428mdpl.
29-1 Agustus 2016

Nb : all photos taken by : @djsmerah 
-pendakian yang dokumentasinya sangat sedikit, itu karenakan charger saya rusak sesampainya di Barakah jadi HP mati total, dan apesnya camera act juga ketinggalan. jadi kami hanya terfokus pada satu kamera yang juga jarang dikeluarkan karena orangnya sering jalan di depan. 

How to get there :
-Akan sangat lebih mudah jika kita berangkat tepat pada hari pasar Barakah yang jatuh pada hari Senin dan Kamis, itu cukup memudahkan dari segi interaksi dan transportasi karena transportasi ke desa terakhir sangat susah dan mahal jika berangkat pada hari biasa.
-Jika berangkat dari Kota Makassar  menggunakan mobil sewa yang bisa didapatkan langsung di Bandara dengan jurusan Makasar ke Desa Barakah- Enrekang, atau menggunakan angkutan umum mobil sejenis Avansa dkk dengan jurusan Makasar-Enrekang dengan waktu tempuh kurang lebih 5-6 jam.
-berhentilah di Pasar Barakah, Enrekang. Jika ingin lebih mudah, pergi lah ke KPA Pakis yang berada dekat dengan pasar Barakah. Di sana kita akan dijamu dengan sangat baik dan tentu saja itu lebih mempermudah transportasi ke Desa selanjutnya. Dan tentu saja mereka dengan senang  hati memberikan tumpangan penginapan secara gratis jika memang membutuhkan. KPA Pakis terletak di depan Pasar, berdekatan dengan BRI Barakah.
-Transportasi ke Dusun Karangan jika low budget lebih baik menunggu hari pasar karena akan ada beberapa kendaraan mobil trek yang mengangkut barang-barang ke Karangan, kita bisa menumpang di mobil trek tersebut dengan biaya yang cukup murah. Namun jika kalian berbanyak orang lebih baik menyewa jeep dengan waktu tempuh 3-4 jam. Ada alternative lain yaitu menggunakan ojek sampai ke Desa Rantelemo, kemudian trekking lagi sekitar 2 jam ke Desa Latimojong.

How much does it cost :
-Makassar – Enrekang menggunakan mobil sewa Rp.80.000
-Sewa Jeep Rp. 700.000/sekali jalan dengan kapasitas maksimal penumpang 14 orang.
-jika menumpang di truk pasar diberikan harga Rp.50.000/orang
-tiket Simaksi Rp. 15.000/orang




CONVERSATION

1 comments: