Sendirian ke Sulawesi Tengah

Kenapa solo traveling ke Sulawesi Tengah? Karena sebenarnya pengen ke Luar Negeri tapi dananya belum cukup,hahaha

Keberangkatan saya ke Sulawesi Tengah- Palu, adalah hal yang tidak terfikirkan bagi sebagian orang, “mau cari apa di Palu?, Palu itu kering dan panas” itulah beberapa tanggapan orang ketika mendengar tujuan selanjut saya adalah Kota Palu. Tujuan kota wisata ini memang (belum) hits di kalangan pelancong.  Tapi percayalah, Kota ini sudah masuk list saya dari tahun lalu, tapi baru bisa terealisasikan Bulan November 2016.  Alasan lainnya, ada sebuah ingin menginjakkan kaki di semua Provinsi Sulawesi, dan yang tersisa hanya Gorontalo dan Sul-Teng (lainnya memang pernah tapi hanya kunjungan keluarga), dan berhubung karena tiket ke Sul-Teng lebih  murah maka berangkatlah saya.  
eh tapi sendirian gini,masih ada kok yang ikklas potoin

Masalah lain ketika melakukan solo traveling itu adalah mencari host yang siap menampungmu. Iya saya backpackeran jadi mencari yang gratis dulu. Sebenarnya saya punya beberapa kenalan di Palu tapi karena kesibukan dunia jadi mereka tidak bisa menemani. Tapi alasan tidak punya kenalan tidak menghalangi niat saya ke Kota yang dilewati garis Katulistiwa ini.
sendiri aja neng? kasian 

Akhirnya setelah mencari informasi ke sana ke mari, saya  menemukan komunitas @backpacker_palu. Saya mencoba menghubungi mereka via Instagram tapi no respon, kemudian mencoba lagi di Facebook, dan ternyata respon mereka luar biasa baik, banyak yang bersedia menemani saya berkeliling Palu yah walaupun sebagian besar yang  bersedia itu laki, (keuntangan jadi solo female) hahahaa, dan beruntungnya lagi saya mendapatkan kenalan lagi dari teman di Jakarta bahwa dia punya temen di Palu yang orangnya welcome banget dan setelah bertemu dengan Bang Yaumil, dia orangnya baik banget sayang karena kesibukan dia yang sangat padat maka kami belum sempat bersua untuk waktu yang lama.

Banyak yang bilang, saya termasuk orang beruntung perihal perjalanan, dan Puji Tuhan sejauh kaki melangkah saya selalu bertemu dengan orang-orang baik yang sangat tulus membantu perjalanan saya, dan keberuntungan itu masih berlaku sekali lagi, Palu menyambut saya dengan ramah, bertemu dengan orang-orang yang  baik dan tulus.

Enam hari di Palu saya menginap di sekre BackpackerPalu yang beralamat di Jalan Thambrin Atas tepatnya di RH Radio. Sekre mereka menyatu dengan Radio RH, hanya beda ruangan saja. Dan saya pernah diwawancarai di Radio RH sama Kak Irgi tentang perjalanan selama ini, hahaha (padahal perjalanan saya mah belum seberapa atuh). Saya juga beberapa kali di traktir makan, traktir jalan dan traktir-traktir lainnya. Oh God, I’m Lucky backpacker!

wujud sekre backpacker_palu

Perjalanan di mulai dari Palu menuju Kabupaten Donggala. Jika ingin mencari pantai-pantai yang cantik berkunjunglah ke Donggala, sekitar 1 jam dari Kota Palu. Namun sebelum mengunjungi Donggala, salah satu pathner saya yang paling sibuk menyempatkan mengantar saya disela-sela kesibukannya ke Tugu Perdamaian.


1. Gong  Perdamaian Nosarara Nosabatutu
Nama Nosarara Nosabatutu adalah semboyan yang berasal dari suku Kaili yang berarti bersaudara dan bersatu, meski terbilang baru karena diresmikan pada tanggal 11 Maret 2014, tempat ini sudah sangat ramai dikunjungi, berhubung karena tempatnya tidak jauh dari Kota Palu. Terletak di Kelurahan Tondo, Kecematan Mantikulore sekitar 2 Km dari Pusat Kota. Sejarah dibuatnya Gong Perdamaian ini adalah untuk memperingati Konflik yang sering terjadi di Sulawesi Tengah tepatnya Kabupaten Poso. Karena terletak di atas Bukit, pemandangan dari Tugu perdamaian ini sangat indah, disugukan dengan jajaran Bukit-bukit Hijau dan Teluk Palu yang tepat berada di depan Tugu. Dari tempat ini saya menyadari bahwa Kota Palu ini sangat unik, kita bisa melihat pemandangan pegunungan, bukit-bukit dan lautan dengan hanya berdiri di satu titk, Palu juga merupakan Kota yang dikelilingi pengunungan tapi memiliki Pantai yang berbatasan langsung dengan Pusat Kota.
gong perdamaian

Setelah itu mari kita berkunjung ke bagian barat Kota Palu, Donggala. Sebenarnya banyak sekali pantai-pantai cantik di Donggala, hanya karena keterbatasan waktu kami hanya bisa mengunjungi 3 pantai yang letaknya berdekatan.

2.      Pusat Laut/Pusentasi
Pantai ini terletak di Desa Towale, Donggala sekitar 12 KM dari Kota Palu. Pusentasi berasal dari bahasa Kaili yang berarti pusar air laut atau air sumur laut. Pusat Laut ini sangat terkenal di Sulawesi Tengah karena mempuyai sumur yang sangat besar yang terletak di daratan tapi airnya tergabung dengan air tawar dan air asin. Konon, di bawah Pusat Laut ini terdapat terowongan yang terhubung langsung dengan Laut.
cocok buat berenang

Pusat Laut ini sangat cocok untuk aktifitas mandi dan berenang karena airnya yang jernih dan bagi yang mempunyai nyali besar bisa meloncat dari ketinggian 5 Meter. Sayangnya, sewaktu berkunjung ke sana, Pusat Laut sudah dibangun dinding pembatas yang menurut saya pribadi itu mengurangi keunikan dari tempat ini.
ayunan yang mempet banget sama batu, di sini sempat tidur.
3.      Pantai Kaluku
Di pantai ini sangat banyak Pohon Kelapa, itulah kenapa nama pantai ini Kaluku yang dalam Bahasa Kaili artinya Kelapa. Di sini sangat bagus untuk mendirikan tenda dan menggantung hammock, karena banyak jejeran pohon kelapa untuk berteduh dari panasnya matahari. Yang unik dari pantai Kaluku adalah banyaknya maping tulisan yang bertebaran di mana-mana, semacam quote-quote tentang cinta dan kehidupan. Dan jangan kuatir disepanjang pantai ini banyak sekali warung-warung kecil yang menjual makanan dan minuman, dan Pantai Kaluku juga sangat cocok untuk melihat Sunset. Sayangnya saya mengunjunginya siang hari jadi tidak bisa melihat keteduhan senja, yang ada malah saya sempat tertidur di Bale-Bale karena saking ngantuknya hahhaa


ayunan di tengah laut, in lagi surut airnya

salah satu maping di pantai kaluku, 

4.      Pantai Tanjung Karang
Pantai ini sudah banyak penginapannya, karena dikelolah sangat baik, tapi jika kita berkunjung ke pantainya terlihat biasa saja, cobalah untuk melihat bawah lautnya, karang-karangnya sangat indah. Sayangnya waktu itu, saya tidak sempat nyemplung karena mager dan yang lain juga tidak ada yang mau ikut berenang. Jadi kami hanya menghabiskan waktu bersenda gurau di pinggir pantai.
 
team pantai, duduk doang gak sampe berenang mah ini.
5.      Matantimali
Bagi penikmat ketinggian tapi tidak menyukai tracking jauh maka Mantatimalilah pilihannya. Terletak di Desa Wahyu, Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi, sekitar 30 menit dari Kota palu. Matantimali adalah nama sebuah desa di atas pegunungan Verbek, berada di sisi kiri dari puncak Gunung Gawalise. Berada di ketinggian 1.500 mdpl. Dulu Matantimali merupakan salah satu tempat bagi Belanda untuk membangun pos pemantau karena posisinya yang sangat strategis.
matatimali bagian atas

Matantimali juga merupakan salah satu lokasi paralayang terbaik di dunia. bahkan Sering diselenggarakan kompetisi paralayang dunia di sini. Sayangnya karena harga paralayang yang sangat tidak pas dengan kantong backpacker macam saya ini yang harus merogohkocek hingga Rp.500.000, jadi saya hanya bisa menikmati pemandangannya saja. Pemandangan Matantimali ini sangat bagus, karena kita bisa menyaksikan pemandangan kota Palu secara keseluruhan. Dengan letak yang sangat strategis maka matantimali sangat ramai dijadikan tujuan tempat camping hits di Palu.
spot paralayang
Saya melewatkan malam dan pagi dari atas sini, walaupun malam hari diguyur hujan,  tenda kemasukan air, dan insiden jatuh dari motor  tidak menyurutkan keceriaan saya hahaha
6.       Air Tejun Wera
Perjalanan saya di Palu terus berlanjut, setelah menghabiskan pagi di Matantimali, Bang Ombo mengajak saya ke Air Terjun Wera yang letaknya Desa Balumpewa, Kecamatan Dolo. Sekitar 1 jam dari Kota Palu, namun jika berangkat dari Matantimali hanya sekitar 20 menit maka kita akan sampai di sana. Untuk mencapai Air tejun Wera kita harus melakukan tracking selama kurang lebih 30 menit, dan pada saat saya berkunjung ke sana jembatannya putus jadi kami harus menyebrang sungai yang arusnya cukup deras, kemudian menyisir hutan, yah cukuplah untuk membuang keringat.
tampang abis tracking, 
7.      Danau Tambing
Danau Tambing terletak di Desa Napu dan masih masuk dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Sekitar 60Km dari Kota palu. Kawasan Danau ini sudah dikelolah sangat baik, terlihat dari banyaknya toilet umum yang disediakan, adanya keran air di setiap sudut , dan tempat sampah yang bertebaran di mana-mana.
danau tambing di pagi hari

Sewaktu kami camping di sini, suasana sangat sepi, namun ketika kalian berkunjung pada saat weekend dipastikan tempat ini sangat ramai kerana menjadi tujuan camping  favorit pemuda-pemudi Kota Palu, berhubung karena tempatya yang dingin, jadi sangat cocok untuk melarikan diri dari panasnya Kota Palu.

Kejadian yang tidak akan terlupakan di Tambing ini karena untuk pertama kalinya tidur sendirian dalam tenda di alam bebas, hanya bermodalkan headset dan kain Bali sok berani melewati malam, nyatanya jam 2 subuh gedor-gedor tenda sebelah minta gabung karena penghuni di sana sedikit rese hahaha
cuman ada 2 tenda di tempat seluas ini

Dan besok paginya sewaktu sedang memasak di samperin Polisi, dimintain KTP mungkin kami dicurigai kawanan teroris Poso, haha setelah mengobrol panjang,  Pak Polisinya malah menyuruh kami untuk mampir di basecamp mereka untuk memberi kami logistik tambahan hahaa

8.      Megalitikum di Desa Doda
Untuk melihat peninggalan Prubakala, dibutuhkan waktu perjalanan 6 jam dari Kota Palu. Letak Danau tambing dan Desa Doda itu searah jadi setelah camping di Tambing kami melanjutkan perjalanan ke sana, masih sekitar 4 jam perjalanan. Situs peninggalan Purbakala ini terletak di selatan Kabupaten Donggala, bagian Barat Kabupaten Poso dan masih termasuk dalam Taman Nasional Lore Lindu.
salah satu jalan ke desa doda, lurussss

Sepanjang perjalanan kami diguyur hujan, sehingga menambah susahnya perjalanan, jalan ke sana banyak yang rusak jadi jika berkunjung pada saat musim hujan maka di pastikan jalannya sungguh menguji keahlian mengendarai motor/mobil.

Setelah pantat terasa panas, kami tiba di Desa Doda, kami mencari rumah Kepala Desa untuk meminta izin mendirikan tenda di samping Megalitikum Tadulako, namun mereka tidak mengizinkan, justru menawarkan kami penginapan secara gratis, setelah kami menuju penginapan yang juga jalannya minta ampun rusaknya kami memutuskan tidak akan menginap di sana karena penginapannya sudah tidak terurus, dan sangat mistis hahaha jadilah kami tetap mendirikan tenda di depan Megalitikum Tadulako. Perjalanan ke sana sangat megurus mental karena kami harus mendirikan tenda dalam keadaan hujan dan lapar. Untunglah teman perjalanan Bang Rudin, Uci, Bayu adalah orang-orang yang humoris jadi perjalanan itu tetap menyenangkan.
megalitikum tadulako, kasian sendiri trus :(
Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan ke Megalitikum Pokekea, di sana terdapat banyak peninggalan Purbakala, tempatnya juga lebih luas, jarak antara Tadulako-Pokekea sekitar 20 menit.
rumah adat tambi, masih di kompleks megalitikum tadulako
Di situs Pokekea, wisatawan bisa melihat batu-batu besar bulat yang tersebar di padang rumput. Jika diperhatikan, ada juga batu relief yang menggambarkan daun. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu fungsi batu tersebut secara pasti. Masyarakat setempat percaya kalau batu tersebut merupakan batu tempat mandi raja. Tetapi ada juga yang mengatakan batu tersebut merupakan tempat minum raja. Patung batu di Pokekea juga ada yang mirip dengan manusia. Patung manusia ini memiliki ukiran wajah yang khas. Uniknya, ternyata ukiran wajah ini tidak hanya ada di Pokekea saja, tetapi juga di berbagai situs Megalitikum yang tersebar di Lembah Doda. (sumber: google).
megalitikum pokekea

Setelah melihat peninggalan purbakala kami memutuskan untuk mengunjungi Hutan Pinus yang jaraknya masih 3 jam dari desa Napu, tapi karena pertimbangan waktu dan saya harus kembali ke Makassar ke esokan paginya maka kami memutuskan kembali ke Kota Palu dengan jarak 6 jam perjalanan, dan bagi yang sudah tau saya tipekal anak seperti apa saat perjalanan jauh yah pasti sudah tahu sepanjang perjalanan saya tertidur dan sempat diikat pakai webbing supaya tidak terjatuh dari motor hahahahaa (maklum yang bonceng tidak bisa dipeluk) oh yah perjalanan ke Desa Doda ini sangat indah, disuguhkan dengan hamparan sawah, bukit-bukit teletubis yang berjejer mengiring perjalanan, ditambah megahnya Gunung Lore yang berdiri mengitari Desa Doda.

Perjalanan saya di Sulawesi Tengah ini mengajarkan banyak hal, walaupun sudah pernah beberapa kali solo traveling ke kota orang, tapi di Kota Palu lah saya merasa benar-benar merasakan bagaimana menjadi pejalan “sendiri” itu seperti apa, bagaimana menjadikan mereka teman jalan padahal awalnya tidak saling kenal, bagaimana ikut tertawa pada joke-joke yang menggunakan bahasa daerah mereka, bagaimana mencari topik yang pas agar bisa terlibat dalam pembicaraan dengan mereka, bagaimana mencoba memposisikan diri sebagai orang asing tapi tetap terlihat asik, percayalah hal-hal seperti itu memang terlihat remeh tapi prakteknya sangat susah. Waluapun di sana saya bertemu dengan orang-orang yang sejenis (suka jalan) jadi tidak terlalu sulit untuk mencari celah untuk masuk di dalam mereka. Solo traveling bukan berarti harus benar-benar sendirikan? Asal ada niat dan sedikit nekad, semesta dan Tuhan akan mempermudah jalannmu dengan cara mempertemukanmu dengan orang-orang baik di setiap persinggahanmu.

Terima Kasih Sulawesi Tengah-Palu, khususnya setiap orang yang bersedia menemani saya membuktikan bahwa Kalian itu punya alam yang tidak kalah indahnya dengan tempat lain.

Sampai bertemu lagi di Belahan Nusantara lainnya. Dan jika masih ada rejeki dan kesempatan pasti main ke Palu lagi karena tujuan awal Kepulauan Togean belum terealisasikan, hahahaa

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment