3 hari tentang perjalanan yang panjang

Bandara selalu menjadi saksi dari setiap pertemuan dan perpisahan, dan kali ini bandara menjadi saksi dari pertemuan kita kembali. Percayalah, setelah kau gagal mengantarku ke bandara waktu itu, aku berfikir tak akan ada lagi pertemuan selanjutnya, ternyata aku salah, kita bahkan bertemu dan menciptakan pertemuan yang luar biasa membekas dalam ingatanku.

Hari pertama,
Kami masih saja berdebat siapa yang akan menunggu di Bandara saat itu, aku atau dia, dari jadwal sebenarnya kami hanya selang 15 menit, dan aku yang akan sampai terdahulu di Bandara tempat kami mengawali perjalanan panjang itu.

Nyatanya pesawat kami berdua delay, jadwal mundur dengan waktu yang tak pasti. Kami berdua yang masih dengan sisa-sisa lelah dari pekerjaan masih bisa saling menertawai apa yang akan terjadi setelah itu, namun firasat aku sudah mengatakan bahwa rencana yang kita susun sedemikian rapi akan berantakan,- dan benar itu terjadi. Dia berangkat terlebih dahulu, parahnya dia sudah sampai di tujuan dan aku masih di dalam pesawat untuk terbang ke arahnya.

Kedatanganku disambut dengan Bandara Juanda yang sudah sepi, hanya beberapa orang yang dengan gelisah menunggu di luar, salah satunya dirinya dengan sandal swallow biru yang selalu dia banggakan itu. Akhirnya kami bertemu lagi, dia tak banyak berubah hanya saja badannya semakin subur mungkin karena makanannya di sana adalah makanan yang berkalori semua.

Setelah menghabiskan Soto Ayam, kami bergegas ke Terminal untuk melanjutkan perjalanan yang masih sangat jauh. Namun karena kedatanganku yang sudah sangat larut sehingga sudah tidak ada Bis langsung ke Bali, jadi kita harus mencari alternative lain yaitu ke Banyuwangi.

Awalnya kami naik Bis Kecil tapi berAC, namun kejadian berubah kami harus pindah ke Bis yang non AC (Dioper) sebanyak 3 kali.  Aku selalu melihat raut wajahnya saat kami berpindah lagi, mukanya sudah sangat kusut dan aku pasti tau dia sudah mengumpat di dalam hati bahwa betapa sialnya kami hari itu, hahhaa sedangkan aku hanya berusaha untuk menikmatinya. Mungkin benar kata orang, “seberat apapun kondisimu, jika kamu melaui dengan orang yang kamu sukai maka semuanya tidak seberat yang kamu bayangkan”.

Bukan cuman ganti bis sebanyak 3 kali, kami juga sempat naik angkot ke pelabuhan Ketapang, karena bisnya berhenti di Terminal yang sangat dekat dengan Pelabuhan, padahal aku yang sudah berkali-kali naik Bis dari Jawa ke Bali selalu tidak pernah sekalipun naik angkot. Entah semesta sedang merencanakan apa.

Perjuangan tidak sampai di situ, saat perjalanan ke Denpasar menggunakan Bis (gilimanuk-denpasar) mendadak Bisnya harus mengoper kami lagi ke bis yang lain karena ACnya rusak, hahaha bayangkan saja kami harus turun lagi dari Bis, dan menunggu Bis lain untuk melanjutkan perjalanan. Bis apa yang kami dapat? Bis non AC yang duduk saja harus setengah pantat karena penuh, padahal jarak ke Denpasar masih sekitar 1,5 jam. Seketika rasa ngantuk yang sebenarnya masih ada sekejap hilang karena aku duduk bersampingan dengan anak muda yang mantanya selalu ke mana-mana.

Tepat pukul 18.00 kami akhirnya sampai di Denpasar. Perjalanan Surabaya-Denpasar yang normalnya 8-10 jam, harus kami tempuh 14 Jam, dengan Naik 2 Bis Ac, 3 Bis Non AC, 1 Angkot, dan 1 Kapal Ferry.

Hari ke dua
Janjiku untuk mengantarnya ke Gunung Agung harus ditunda dulu, karena banyak pertimbangan salah satunya waktu yang terbatas dan cuaca yang tidak mendukung, sehingga tujuan akhirnya berbelok ke Gunung Batur.

Setelah ngopi bersama mereka, menghabiskan setengah malam bersama orang-orang yang selalu ku rindukan lawakan dan kebersamaannya, kami bergegas ke Gunung Batur Pukul 02.00 WITA, yang awalnya mau buka tenda jadinya tek-tok karena kami kesiangan memulai perjalanannya.

Setelah melaju menembus dinginnya malam, kami baru sadar kalau Bensin sudah mendekati Empty, hahaha  (padahal pada saat mengambil motor itu Bensinnya full dan kami belum ke mana-mana), seketika perjalanan mencekam, mengingat  jalan menuju ke Gunung Batur itu sepi, tanjakan dan sudah menjelang subuh. Akhirnya kami bersepakat putar balik, dengan pertimbangan jalan kembali itu menurun jadi bisa menghemat bensin, setelah berjalan sangat pelan, kami menemukan pasar yang baru buka, aktifitas di sana juga ramai jadi kami memutuskan untuk singgah di Pasar itu sambari menunggu pagi.

Akhirnya setelah menunggu sekitar  1,5 jam di sebuah pasar yang entah namanya apa, menjelang subuh dengan 2 gelas kopi hangat, beberapa kali terlibat obrolan dengan beberapa pedagang yang hanya mengerti sedikit Bahasa Indonesia, saya akhirnya berusaha bertanya lagi kepada tukang bersih-bersih pasar, memohon bantuan untuk diberi petunjuk penjual bensin terdekat, dan seperti biasa selalu ada orang baik yang siap menolong, dia mengantar kami ke Toko yang menjual bensin, karena itu kenalannya jadi dia berani megedor-gedor pintu toko itu sampai sang pemilik terbangun dan memberi kami bensin. 

Namun saat motor sudah terisi bensin kami memutuskan untuk pulang saja, tidak jadi melanjutkan perjalanan ke Gunung Batur karena saat itu sudah pagi, dan kondisi badan kami yang belum mendapatkan istirahat sama sekali, sehingga kami menggesernya ke hari berikutnya.

Hari Ke tiga,
Sekali lagi yang rencannya kami berangkat lebih awal sekitar jam 7 malam agar bisa camping dulu, mundur sampai jam 12 malam.  Dan baru kami memulai perjalanan, kami sudah diguyur hujan (sungguh cobaan yang tak berkesudahan ya?), bahkan setelah kami menerobos hujan dan kabut sekitar 2 jam, kami akhirnya menyerah karena jarak padang sudah sangat dekat.

Kami memutuskan untuk berhenti dulu menunggu kabut tebal berlalu di depan Kios yang masih tertutup. Dengan bermodalkan 1 slepping bag yang dibuka dan dipakai berdua, kami bertahan menembus dinginnya subuh menuju pagi. Dan karena saking ngantuknya aku beberapa kali sempat tertidur dengan berbagai posisi, untunglah dia dengan sabar tetap terjaga sambill menungguiku tertidur. (dasar jacklyn tukang tidur emang, maaf ye)

Setelah waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 WITA, kami melanjutkan perjalanan dengan kecepatan di bawa rata-rata, kemudian memutuskan untuk mencari warung yang sudah buka untuk menyeduh segelas kopi  untuk menyambung hidup hari itu,  sambari menunggu terang datang menjemput kami ditemani 2 gelas kopi yang tawar bersama dengan orang-orang yang juga mampir untuk ngopi di pagi itu dan bagaimanapun kondisi cuaca saat itu kami harus tetap naik karena itu kesempatan terakhir, dan masih berharap di pagi hari di atas sana badai sudah berlalu.

Kami memulai pendakian tepat pukul 06.30 WITA, selama perjalanan naik angin kencang datang menghalau, kabut masih menutupi jalur, dan orang-orang yang sangat banyak sedang dalam perjalanan turun dengan tampang kecewa karena puncak tidak terbuka. Kami pendaki terakhir hari itu yang cukup nekad untuk tetap naik. Sesampai di Puncak Batur pun pemandangan masih tertutup kabut, bahkan dia mencoba menyalakan kompor untuk menyeduh Pop Mie-pun tidak bisa saking angin kencang datang berhembus. 

Aku tau dia kecewa seberat-beratnya, sudah gagal ke Agung, belok ke Batur malah kena Badai, yah Alam tidak bisa tertebak, untunglah sewaktu perjalanan turun pemandangannya sudah terbuka, matahari juga sudah menyengat kulit, setidaknya kamu masih bisa merasakan suasana “naik gunung” walaupun trackingnya cuman 2 jam sudah dengan perjalanan turun, tapi tetap kerasakan? hahhaa lain kali jangan minta diajak naik gunung lagi yah, kita nongkrong di café-café lucu aja, jadi anak gunungnya lain kali aja.

Bisa dibilang perjalanan kami failed banget, tapi saking terlalu failed nya justru aku sering mengingatnya sambil senyum-senyum, mungkin kita sengaja diuji untuk tau batas diri masing-masing, bukankah untuk tau seperti apa patner perjalananmu kamu harus mengalami satu moment yang tidak terbanyangkan, dan mungkin jika perjalanan pertama kita mudah dan berjalan sesuai dengan rencana maka akhirnya akan berbeda.

---
Terima kasih untuk bahu, paha dan belakangmu yang selalu ku jadikan tempat bersandar ketika ngantuk menjadi musuh setia perjalananku, untuk langkah-langkah yang terburu-buru mengejar Bis demi menyambung perjalanan, untuk obrolan di Pasar menuju pagi, untuk kopi yang tawar di Warung yang berdebu, untuk Puncak yang tidak terlalu tinggi dengan pemandangan tertutup Kabut dan untuk 3 hari yang tak akan pernah terlupakan.

Lalu setelah ini kita ke mana?


dia nunjuk gunung agung, katanya tetap minta diajak ke sana :"



Dan sekali lagi perjalanan  mempertemukanku dengan seseorang yang membuatku ingin melakukan perjalanan sejauh apapun asal itu bersama dia. 








CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment