Sehari menjadi Anker (Anak Kereta)


Saya selalu salut dengan pekerja Ibu Kota. Mereka itu tangguh. Berangkat gelap pulang gelap, menembus waktu yang bergerak begitu cepat demi tuntutan hidup  untuk bekerja secara kompetitif agar tatap bisa  menyambung hidup- Dan hal ini sangat terasa di Stasiun Kereta api listrik Jabodetabek.

------
kerata api listrik a.k.a commuterline
sumber : google

Pagi itu saya berangkat pukul 06.15 menggunakan layanan gojek ke stasiun terdekat. Berangkat terburu-buru seperti kebanyakan pekerja Ibu Kota lainnya. Dan untuk waktu yang lama, saya melihat matahari terbit lagi, sinar pagi yang hangat itu menyentuh kulit saya lagi. 

Beberapa bulan ini saya menjadi pekerja Ibu Kota (untungnya hanya beberapa bulan), namun untuk pertama kalinya menggunakan layanan Commuterline Jabodetabek untuk urusan pekerjaan. Penyebabnya karena jarak Kos - Kantor saya  hanya 6 KM, dan bukan jalur yang macet karena berada di pinggiran Kota Jakarta Barat. 

Namun karena hari itu saya sedang ada kerjaan di Kota Bogor yang jaraknya 46 KM dari Jakarta, sehingga saya memutuskan untuk naik Commuterline. Sebenarnya orang kantor menyarankan untuk membawa mobil kantor saja tapi karena dasar anaknya suka mencoba hal yang baru dan malas nyetir sendiri untuk tujuan yang cukup jauh, kereta listrik adalah pilihan yang tepat. 

Perlu diketahui saya naik commuterline itu baru terhitung  3 kali, jadi ini pengalaman yang sangat baru(dan katro) buat saya. Perjalanan dengan rute terjauh hari itu  tentu dengan perasaan was-was (takut salah jurusan) tapi cukup dipermudah sambil sesekali melirik petunjuk rute  commuterline yang saya ambil di Google. 

Kebanyakan pekerja Kota Satelit (istilah untuk kota yang berbatasan langsung dengan DKI) itu bekerja di Jakarta jadi sudah dipastikan arah ke staiun Duri itu padatnya minta ampun. (Stasiun Duri untuk Kota Tanggerang).

Jadi alur penumpang menjadi anker (Anak Kereta) di pagi hari itu, turun 3 orang naik 5 orang disetiap stasiun berikutnya. Bayangakan saja  bagaimana penuh dan padatnya kereta arah Jakarta di pagi hari. Sedangkan saya kurang lebih setengah jam harus terdesak dikerimunan orang, ikut terdorong jika ada yang baru naik di stasiun berikutnya, bahkan sempat hampir terjatuh karena tidak kuat menahan desakan orang, tapi untunglah kaki masih mampu menahan berat badan orang-orang yang kian mendesak dari segala arah. 

Setibanya di Stasiun Duri saya sempat kebingungan,  karena mobiltas manusia di stasiun itu sangat cepat dan terburu-buru. Saya lantas ingat pesan teman yang setiap hari naik kereta “ikuti alur penumpang lainnya, jika mereka lari kamu harus ikut lari,”. Karena pesan itu sayapun ikut berlari ketika hendak turun dan berpindah kereta , namun saya ragu “jangan2 kereta ini bukan jurusan Bogor?” karena keraguan itu saya langsung mundur dan menunggu kereta selanjutnya. Keraguan saya benar, kereta jurusan Bogor akan tiba beberapa menit lagi. Tepat pukul 07.40 kereta jurusan Bogor baru akan tiba. 
sudah menunggu di depan garis, supaya bisa cepat-cepatan naik setelah kereta berhenti

Perjalanan dari stasiun Duri-Stasiun Bogor ditempuh kurang lebih 1 jam 20 menit. Dan ternyata perhitungan waktu saya kurang tepat, saya memperkirakan jika kita berangkat pukul 06.15 maka sampai di stasiun Bogor pukul 08.00 tepat, nyatanya saya baru berangkat 07.45 menuju Bogor. Kebayang pekerja Bogor yang bekerja di Jakarta harus berangkat subuh dini hari untuk bisa sampai tepat waktu di kantor mereka yang ada di Jakarta. 
Suasana di Kereta jurusan Bogor dari ramai perlahan mulai sepi, mungkin karena sudah lewat jam berangkat kantor dan jurusan yang berlawanan arah (gue ke Bogor, semuanya ke Jakarta). 


kereta salah satu tempat tidur umum




Stasiun Bogor-Jakarta. 

Setelah pekerjaan selesai, saya bergegas kembali ke Jakarta, karena buru-buru saya salah naik kereta hahaa dan baru nggeh ketika melewati stasiun transit Manggarai.  Jadi saya pikir  arah pulang saat itu ke Jakarta jadi tinggal naik yang jurusan Jakarta saja, saya lupa stasiun ke Jakarta itu banyak, tanpa memperhatikan lebih jelas lantas dengan buru-buru naik kereta jurusan stasiun Jakarta Kota, padahal seharusnya stasiun Duri.

Sebenarnya bisa saja mengambil jurusan stasiun Jakarta Kota tapi harus transit dan pindah kereta di Stasiun Manggarai dulu baru sambung lagi ke Duri, lah ini saya keterusan sampai ke stasiun Gondangdia, untung cepat sadar jadi belum terlalu jauh nyasarnya. Karena sadar sudah salah jurusan jadi saya langsung turun di Stasiun Gondangdia kemudian  naik kereta lagi jurusan Bogor, turun di Stasiun Manggarai, lalu sambung sambung lagi ke Duri. Namun di Stasiun Manggarai itu banyak peronnya dan saya sempat bingung. Setelah mutar ke sana ke mari saya akhirnya menemukan peron 5 untuk stasiun Duri. Pindah kereta ini yang membingungkan sebenarnya itu letak peronnya, jadi kita perlu melihat jelas tulisan-tulisan di peron-peron stasiun, agar tahu di mana kereta tujuan kita berhenti.


Dan saya sempat berhenti cukup lama karena masih ragu naik ke kereta yang sudah tiba, karena di peron 5 ada 2 jurasan yang tertulis : Bekasi dan Duri. Ditambah suara pengunguman kedatangan kereta sangat tidak jelas. Akhirnya setelah bertanya 2 kali dan benar-benar memastikan tujuan saya sudah tepat, keretapun melaju membawa saya ke Stasiun Duri. Sesampai di Duri saya harus pindah kereta lagi, untuk jurusan Tanggerang dan turun di Stasiun Rawa Buaya.

Bingung kan? :" Apalagi Saya yang sewaktu itu naik kereta sendirian untuk tujuan terjauh Kota Bogor. Intinya rajin-rajin baca petunjuk yang ada dan kalau sudah mentok bertanyalah  ke penumpang lainnya. Karena sekalinya salah naik kereta bisa pindah kereta berkali-kali untuk kembali ke jalur tujuan sebenarnya.
peta jalur commuterline,
untuk jurusan saya : Rawa Buaya-Duri (transit pindah kereta)- Bogor
kartu commuterline
datang ke loket bilang stasiun tujuannya, nanti dikasih kartu seperti ini, jangan lupa dikembalikan pada saat sampai di stasiun akhir dan akan ditukar dengan duit Rp. 10.000,- yang digunakan sebagai jaminan kartu di awal pengambilannya.
 jadi seperti saya, untuk tujuan Bogor bayar Rp.18.000,-, Rp.8.000 untuk tiket ke Bgr, Rp.10.000 untuk jaminan kartu.
murah kan??


Beberapa hasil pengamatan saya sehari menjadi Anker :

- Di dalam kereta itu ramai tapi kamu akan merasa sendirian, karena mau ngobrol bisik-bisik aja kedengaran banget, jadi mending diam aja.  
- Gerbong wanita itu lebih anarkis, mungkin karena semua penumpangnya wanita jadi baperan dan tidak ada yang mau ngalah, apalagi kalau jam-jam kereta penuh (pagi dan sore), beuh kalau bisa saling dorong sampe jatuh mah saling dorong aja bro.
- OOTD roker (kebanyakan) : Masker di mulut gunanya kalau ketiduran mangapnya gak keliatan sama banyak bau-bau aneh selama di kereta itu hahaa, headset di telinga yah biar gak bosan tapi katanya sih berguna juga kalau ada yang mau maling hape bisa langsung ketahuan, tas selalu di depan badan gunanya supaya gak kemalingan karena dalam pantauan mata. 
- Mobilitas manusianya sangat cepat.  Di stasiun manusia menjadi makhluk individual, sedikit tegur sapa, tanpa banyak toleransi, dan menjadikan waktu benar-benar sangat berharga.


Jadi masih mau naik kereta lagi Je? mau dong :D asal jangan tiap hari aja :")


CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment