Merayakan Ingatan ; Gunung Rinjani

Beberapa waktu lalu, disela obrolan ringan  dengan seorang kawan terselip satu pertanyaan yang cukup menggelitik, pertanyaan itu ; “Gunung apa yang paling berarti buat saya?”. Lantas saya berfikir sejenak, kemudian menjawab dengan penuh keyakinan bahwa Gunung Rinjani paling berarti buat saya.


Lantas, ingatan saya terlempar jauh pada masa-masa yang terjadi di gunung itu, gunung tercantik, begitulah kata orang-orang.






Gunung Rinjani adalah Gunung tertinggi pertama saya, saat ambisi naik gunung baru naik ke pucuknya. Saya menyambangi Gunung Rinjani 3 kali, pertama kali di tahun 2014 dan Bulan Maret dan May di tahun 2016, dengan orang-orang yang berbeda dengan suguhan cerita yang luar biasa.




Di gunung rinjani saya pernah menahan tangis karena masalah cinta yang sudah tidak ada kelanjutannya, kemudian tumpah di malam yang dingin ditemani sahabat saya kala itu, saya ingat bagaimana danau segera anak menjadi saksi bisu bagaimana cinta membuat saya dulu tampak lemah, nyatanya tidak sekuat kaki saya yang sanggup mendaki ke Puncak Anjani. Ah, masa muda tidak jauh-jauh dari urusan hati memang. Untungnya saya galau di hadapan pemadangan dan moment yang tak akan terlupakan. :p

Kemudian, saya pernah kelaparan di gunung rinjani. Itu pertama kalinya saya ke sana, bersama orang-orang yang juga tidak punya banyak pengalaman yang cukup mengenai bertahan di gunung. Yah , akan selalu ada yang pertama dan dari pengalaman itu kami banyak belajar tentang cara bertahan di Gunung, Jika rencanamu tidak sesuai dengan kenyataan. Saat itu, bekal makanan kami habis sebelum waktunya, karena rencana awalanya kami hanya 4 hari menjadi 6 hari. Tapi ajaibnya kami masih bisa pulang dalam keadaan selamat, tanpa kelaparan.

Caranya? ya karena kami menyambung hidup dengan pemberian ikan dari tentangga tenda kami, dan sisa Ikan sarden 3 kaleng yang kami hemat selama 2 hari. Hal ini membuat kami trauma melihat ikan sarden  sehabis turun gunung hahaa. Makin parah lagi karena sisa Air minum kami habis dan dengan terpaksa kami harus meminum air danau segera anak yang hmm (sedikit) Bau Belerang, dan sekali lagi kami bisa baik-baik saja. 

Saya juga pernah jatuh di gunung rinjani, membuat kaki saya bengkak seperti pipi chubby. Saya ingat jelas, saya jatuh di Pos 3. Di mana setelah itu akan melewati tanjakan penyesalan yang menjadi momok menakutkan di Jalur pendakian Rinjani. Dengan tertatih saya harus paksa kaki saya untuk tetap berjalan, ya karena tidak ada yang bisa menolong selain diri sendiri. Sampai di Plawangan, kaki saya malah bengkak 2 kali lipat yang mengakibatkan saya tidak bisa ke puncak, karena ini pendakian ke 2 saya, jadi Ego saya untuk sampai puncak bisa sama turunkan, dengan dalih "lebih penting untuk pulang sendiri tanpa dievakuasi, dari pada dipaksa untuk ke puncak lalu pulang dengan bantuan SAR".  Untungnya ada abang-abang tenda sebelah yang baik hati mau mengurut kaki saya. Saat diurut saya menjadi tontotan pendaki lain, karena suara nyaring bergema se-plawangan karena berteriak menahan sakit. Dikira kesurupan mungkin ya, teriak-teriak di Gunung.

Pernah pula mendirikan tenda darurat di tengah jalur menuju danau segara anak, di mana itu adalah hutan pinus yang sebenarnya bukan area camping ground, hal ini terjadi  karena salah satu teman kami pingsan karena kelalahan. Bayangkan kami lagi capek-capeknya jalan, eh ada yang tiba-tiba jatuh di tengah jalur yang sepi, dan itu sudah sore menuju gelap, jadinya tenda darurat berdiri persis dibawah pohon pinus.

Saya juga pernah berjalan dengan terburu-buru karena terjebak malam di Hutan Senaru, Hutan yang selalu punya cerita mistis bagi pendaki rinjani. Bahkan karena jalan terburu-buru, saya entah sudah berapa kali terjatuh, tapi tiap jatuh harus cepat-cepat berdiri dan melanjutkan perjalanan lagi, karena rasa takut lebih besar dari pada rasa sakit. Sampai di bawah baru deh kerasa tuh badan sakitnya kaya apa. 

Saya juga pernah menyaksikan kejaiban matahari terbit di jalur menuju puncak, matahari pagi yang baru saja lahir menyinari Bumi, cantik sekali. Memberi kehangatan untuk badan yang sudah menggigil kedinginan adalah sebuah berkat Tuhan luar biasa yang bisa kita rasakan langsung di Gunung Rinjani. atau sekedar membuka tenda dan melihat langsung sinar matahari, membuat perasaan bahagia yang tidak bisa diukur dengan apapun. Dan disitu saya membuktikan ternyata benar, manusia bisa bahagia dengan hal sederhana, bahkan hal yang tiap hari kita lalui, termasuk melihat matahari pagi. Ataukah matahari pagi di Rinjani berbeda dari matahari di rumah saya sehingga Ia selalu terlihat spesial?--

Pun, pernah melihat guratan senja di Plawangan Sembalun, berdecak kagum dengan langit sore yang begitu Indah, ditemani pemandangan lautan awan yang perlahan memenuhi seakan mengisyaratkan waktunya terang berganti gelap. Lalu pernah menggigil kedinginan karena ingin melihat malam bertabur bintang di depan tenda. Bintangnya begitu terang, menarangi malam yang begitu pekat.

Selain mata, telinga saya juga pernah mendengar cerita dari orang-orang luar biasa yang saya jumpai disela perjalanan. Tentang cerita seseorang yang memilih jalan kaki dari Jakarta dan finish di Gunung Rinjani, kisahnya itu Ia rangkum dalam sebuah buku yang sampai sekarang saya belum membacanya karena saya lupa nama abangnya. Saya hanya ingat ceritanya dan sendalnya yang selama perjalana Ia hanya ganti 3 kali. Iya, Dia berjalan kaki menggunakan sendal bukan sepatu.

Atau  mendengar cerita seseorang yang sudah menghabiskan malam ke 7 di danau segera anak seorang diri, karena penat dengan hiruk pikuk rutinitas di Kota, Ia memutuskan untuk mendaki ke Anjani lalu berhari-hari di danau segara anak. katanya, Ia juga bertemu dengan banyak tipe manusia yang setiap hari berganti. Kalau lapar tinggal mancing ikan, dan kalau bosan tinggal ngobrol dengan tenda sebelah berbekal ajakan ngopi dengan menyodorkan 1 gelas kopi. Trik ini ampuh banget kalau mau nyari teman di Gunung. Percayalah, Di Gunung, mengajak orang untuk ngobrol dengan basa basi pertanyaann adalah awal dari pertemanan yang bisa berlanjut panjang. Dan itu adalah hal yang sangat lumrah. Hanya berawal dari "Dari mana bang?" bisa berakhir dengan obrolan panjang lainya.

Banyak sekali kenangan indah saya tentang Rinjani. Bahkan, sewaktu menulis ini, senyuman kerap  tercipta saat mengingatnya. Rinjani akan selalu ada di Hati saya. Tempat yang menyimpan banyak bahagia.

Bahkan ketika sedih mengampiri hari, saya langsung mengingat hal yang membuat saya bahagia, yang adalah salah satunya dengan mengingat perjalanan saya di Gunung Rinjani. 

Kala itu,  setengah masa muda saya  memang dihabiskan dengan membuat kisah – kisah yang Indah tentang gunung – gunung tinggi. Saya punya banyak sekali cerita yang kelak akan saya bagikan kepada anak saya nanti, tentang bagaimana Gunung bisa menjadi bagian dari hidup-

 "Money can return but I will never be 24 again climb to Mount Rijani". 




Semoga suatu hari di hari yang cerah, jika masih diberikan tubuh yang sehat, dan rejeki berlebih, saya akan mengunjungi gunung rinjani lagi, sekali lagi membuat cerita baru atau sekedar mengenang  masa muda, yang begitu membuat rasa syukur pernah melewatinya. 

 

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment