aku, Kita dan dagang Rujak


Hari itu mendung, jalanan sepi, Bali sedang melakukan pesta demokrasi jadilah semua orang sibuk mempersiapkan diri menerima kemenangan dan kekalahannya.  Tapi kami, mencoba mencari dunia lain, yahhh kami liburan layaknya turis  yang sedang liburan.. 

Setelah berjalan yang cukup jauh, dan sempat tersesat hanya untuk mencari pantai itu, kami memutuskan untuk singgah di salah satu lokasi tidak jauh tempat kami tersesat .. 

Seperti biasa aku menemaninya, tidak sampai masuk ke dalam, aku hanya bisa menunggunya diluar. Ketika dia masuk, aku sempat berkeliling-keliling disekitar tempat itu. kami sedang berada di rumah ibadah yang berderet dengan indah, semua rumah ibadah 5 agama ada di tempat itu. mengagumkan. 

Aku berjalan memasuki satu persatu rumah ibadah, banyak orang disitu karena memang dibuka untuk umum. Digunakan sebagai tujuan wisata. Jadi parkirannya cukup ramai. Ditengah banyak orang, aku berjalan sendiri dengan santai. Setelah puas berkeliling, aku menghampiri dagang rujak yang kebetulan sedang berjualan di tempat itu.


“pak rujaknya satu yah, gak pedes” jawabku sambari melihat Hpku..
“ini neng, rujaknya gak pedas, dijamin wunek”  sambli menyodorkan rujak buatannya..
“uda lama jualan disini pak?, emang sering rame yah tempat ini?” tanyaku setelah membayar rujak seharga  Rp. 5000 itu..
“iya neng, udah 7 tahun, sering rame apalagi kalau weekend, neng dari mana?” tanyanya balik..

Tiba-tiba Hpku bergetar, ternyata itu darinya, aku kemudian mencarinya, ternyata dia sedang duduk di tangga masjid,

“halo, kamu gak shalat? Kok nelpon? Aku disini loh, dibawah pohon deket tukang rujak itu” ucapku sambil mengangkat tangan, memberi kode kepadanya..
“iyaa, belum waktunya Azhan, kirain kamu diculik orang, tunggu aku disitu, aku mau rujakmu” tutupnya dengan tergesa-gesa..

Dia berjalan kearahku dengan senyum khasnya, aku menghampirinya, kami bertemu ditengah-tengah, dia langsung mengambil dan memakan rujakku. Beberapa kali samabl dari rujak menjatuhi sepatuku, tanganku bahkan bajunya, justru dia malah membersikan dengan tangannya kemudian menjilatnya, hahaha

“Kamu ngapain ngobrol dengan tukang rujak itu? kamu naksir yah? Oh sekarang seleramu yang dagang rujak ?” candanya dengan tertawa lepas..
“iya emang kenapa? Masalah buat kamu? rujaknnnya enak kan, kamu aja suka apalagi aku?” balasku juga dengan tawa
“ah sudahlah, kamu sekarang lebih pilih dagang rujak dari pada aku, huhh pergi sana, aku mau shalat, nih ambil rujakmu yang tidak enak ini” kemudia dia berjalan mundur dari hadapanku

Aku hanya tertawa melihat tingkahmu, kemudian aku kembali ke bawah pohon itu, memakan rujakku yang tinggal sedikit karena habis kau makan. Aku kehausan, tapi disekelilingku hanya ada dagang nasi, rujak, roti tidak ada minuman sama sekali. Ku beranikan bertanya kembali kepada dagang rujak itu

“pak beli minum dimana yah? “ tanyaku singkat
“oh beli, di mini mart sebelah itu ada, tapi agak mahal, di dangan nasi itu juga jual minum tapi cuman kopi setahu saya, neng haus yah? “ jawabnya
“iya pak, haus banget makan rujak bapak ini, tapi enak kok” jawabku tertawa
“beli disana aja neng, oh iya itu tadi suaminya yah? Eh iya lupa kenalan, nama neng sapa?”  tanyanya agi sambil mengulurkan tanganya”
“iya pak, belinya nanti aja, nama saya Devi, iya ke Bali liburan pak, oh yang tadi itu? bukan, bukan suami saya, masak masih muda gini udah kaya punya suami sih pak” jawabku saat mengulurkan tangan menyambut tangannya.

Kami berbicara banyak, lebih kepada sejarah tentang rumah ibadah yang didirikan sekaligus dalam tempat yang sama. Dia juga menceritakan bagaimana perjuangannya berjualan rujak setiap hari selama 7 tahun. Setelah berbicara banyak tentang sejarah tempat itu, dia mulai bertanya lagi tentang akuu..

“sudah lama di Bali neng? Udah ngunjungi dimana aja? Kesini naik mobil atau motor? Eh iya asal neng dari mana?” tanyanya dengan penasaran.
“sudah seminggu lebih pak, uda ngunjungi banyak tempat, bapak sebutin aja dimana, pasti udah kami kunjungi, hahaha kesini naik motor pak, macet dan kebetulan mendung kan”  kemudian aku segera berdiri mencari tempat sampah..
“udah ngunjungi Ubud?”
“udah pak”
“Tanah Lot udah?”
“udah juga pak”
“Bedugul ?”
“udah juga pak
“wah udah banyak yah, yang terjauh kemana neng?”
“singaraja pak, pantai Lovina, lihat lumba-lumba, tapi lumba-lumbanya gak ada pak”
“wah sudah sejauh itu yah?  Iya emang ke Lovina itu harus subuh-subuh kalau mau lihat Lumba-Lumba” tutupnya sambari berdiri karena ada pembeli yang juga mau membeli rujakknya

Aku sibuk melihat bis, mobil, motor yang keluar masuk di tempat itu. banyak dari mereka yang sibuk mengabidakan foto dengan gaya ceria, ada yang berdiri lama dengan takjub menyaksikan pemadangan yang tidak biasa itu, ada juga yang berlari kesana kemari dengan tawa yang lepas. Banyak orang dan sangat ramai. Ditengah lamunanku, aku tiba-tiba dikagetkan dengan teguran seseorang.

“ngelamun aja neng, ngelamuni apa? Kok tadi gak ikut shalat sama pacarnya? Lagi dapat yah?” kemudian membuka pembicaraan kami kembali..
Aku tersenyum. “saya ibadahnya disitu pak” aku menunjuk rumah ibadah kedua dari ujung kananku.
“ohh neng ibadahnya disitu? Jadi kalian beda yah? Gak papa atuh neng, di Jawa mah banyak yang beda tetap akur kok, apalagi di Bali itu udah biasa” sambil mengangguk-anggukan kepalanya
“iya pak, tumben dia shalatnya lama, oh iya bapak tinggal dekat sini yah?” balasku dengan senyuman
“hebat lah neng, bisa saling nerima gitu, sampai nemenin dia ke rumah ibadahnya, saya doakan semoga bertahan sampai nikah, bapak tinggal di Jimbaran tiap hari ngajak nusa dua-jimbaran”  ucapnya juga dengan senyuman..
Aku tertawa. “makasi pak, kalau udah jalannya pasti dipermudah, kalau emang bukan yah pasti juga akan pisah sendiri”  tegasku
“yaelah pasrah banget sih neng, semoga jodoh. Sampai di Bali kapan neng?” tanyany lagi
“lusa udah balik pak, banyak kerjaan nunggu, liburannya uda kelamaan juga” balasku sambari meluruskan kakiku..
“lupa nanya nih, neng kerja? Pacarnya juga yah? Wahh uda siap nikah yah neng”
“aku masih kuliah pak, dia yang sudah kerja” jawabku dengan tawa..
“oh masih kuliah, kirain udah kerjaaa, pacarnya kerja dimana?” tanya penasaran
“tadi ngira saya sudah nikah, sekarang ngira lagi saya sudah kerja, saya setua itukah pak?, dia wartawan “ balasku masih dengan tawa kecil
“maap atuh neng, gak tau makanya ngira-ngira aja, eh iya itu pacarnya uda datang, semangat aja neng, saya doakan semoga langgeng sampe nikah supaya nanti Bulan Madunya ke Bali lagi, kalau ke Bali jangan lupa ke sini lagi, bapak kalau masih diberi umur yg panjang masih jualan rujak disini kok” kemudian dia berdiri menjabat tangaku lagi..
“makasi pak, sampai ketemu lagi yah, julanan laris manis deh, mariiii” aku beranjak dari tempatku menuju kearahnya..

Dengan tergesa-gesa dia menghampiriku, wajahnya tampak bersinar seperti biasa ketika dia selesai shalat ketampanannya meningkat. Aku lupa itu keberapa kali aku menungguinya shalat, sudah berkali-kali. Aku meyalami tanganya seperti biasa kami lakukan. 

“maaf, agak lama tadi masih nunggu waktu azhan jadi nunggu lagi, gimana hasil obrolanmu dengan dagang rujak itu” kemudian kami berjalan ke arah parkiran
“wah aku melakukan dosa. Tadi aku berbohong” aku tertawa  lepas
“berbohong apa? Kamu acting lagi? Tanyanya penasaran
“pokoknya aku berbohong, iya aku sedikit acting cuy, nantilah diperjalanan ku ceritakan” jawabku
“awas nanti kamu gak ceritainn yah, wah jangan-jangan kalian udah tukaran no hp yah?” tanyanya sambari memakaikan aku helm
“iyaaa tauuu ajaaa” kemudian motor kami melaju meninggalkan tempat itu, 

Kami melewati tempat bapak dagang rujak, karena memang dekat dengan pintu keluar, bapak itu berdiri, terseyum, melambaikan tanganya. Dari kejauhan aku masih melihat bapak itu masih melihat kami. kami melanjutkan perjalanan  mencari pantai itu. Perjalanan yang masih panjang seperti kehidupan ini. 
Terima kasih bapak dagang rujak untuk obrolan singkat yang berarti itu. maaf aku banyak berbohong. Aku malas menceritakan kisah kami yang sebenarnya. jadi ku ceritakan seolah bahagia saja. Bukankah kita juga akan bahagia ketika mendengar kisah bahagia? Kisah kami terlalu piluh untuk diceritakan dalam waktu yang singkat.

Suatu hari nanti, aku akan ke tempat itu lagi dengan atau tanpa dia. Sampai berjumpa lagi, bapak dagang rujak.

Bapak itu bernama Sumin, istrinya di Jawa, dia bolak-balik Jimbaran-Nusa Dua hanya untuk berdagang rujak. Dia sudah berjualan rujak selama 7 tahun. Dia asli Kediri. Masih  terlihat kuat dan segar walaupun sudah berumur 54 tahun. Tuhan Memberkatimu.

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment