“Tak perlu banyak orang untuk bisa mendaki gunung, siapa yang siap itulah
yang akan berangkat.” Mungkin kalimat ini sangat pas dengan pendakian kami
ke Gunung Argopuro. Kami hanya bertiga, saya, bang oci dan bang icad. Berbekal
dengan sebuah tekad dan persiapan yang ala kadarnya, kami berangkat ke
Probolinggo menggunakan bis Indonesia Abadi. Setelah sampai di terminal Ubung
kami berbincang dengan supir bis jika tujuan kami sebenarnya adalah desa
Besukih, Situbondo. Dan akhirnya kami diturunkan di Pasar Desa Besuki untuk
melanjutkan perjalanan ke Desa Baderan yang kurang lebih 45 menit lagi
menggunakan ojek.
Langit masih gelap ketika kami
turun di simpang jalan desa, tapi aktifitas masyarakat di sana sudah berjalan
normal, orang jalan berlalu lalang untuk melakukan aktifitas mereka, ada yang
ke pasar, ada yang mengantar anaknya ke sekolah, ada juga tukang ojek yang
sudah menunggu kami di depan Alfa Mart.
Tukang ojek itu memberi kami
harga Rp.50.000 sedangkan menurut infomasi yang kami dapat harga segitu cukup
mahal. Akhirnya kami berdiskusi dan memutuskan untuk menunggu angkot saja.
Setelah icad dan bang oci pergi mencari angkot, mereka datang tergopoh-gopoh menyuruh
saya untuk memakaikan raincoad carrier
saya. Dan ternyata kami menumpang di mobil hasil mengangkut sapi ke pasar yang
masih banyak sisa ekk sapinya. Kami harus
membayar 35.000, cukup murah dari harga yang ditawarkan memakai ojek.
Kurang dari sejam kami sudah tiba
di Desa Baderan. Desa terakhir di kaki Pengunungan Yang. Desa yang sinyalnya
susah sekali, desa yang tidak dingin layaknya desa-desa terakhir di kak gunung.
Setelah berbicarkan dengan pak Susmanto, kami dipersilakan beristirahat di base camp yang memang telah disediakan,
berhubung karena kami juga masih menunggu teman kami dari Bandung, Ando.
ki-ka : bang icad, bang oci, dek jeklin, bang ando |
Setelah kami masuk ke dalam base camp, ternyata masih ada 3 pendaki
yang sempat dijelaskan Pak Sus, ternyata mereka ketiduran padahal rencana awal
mereka adalah memulai pendakian subuh dini hari tapi nyatanya mereka
kebablasan. Ke tiga abang ini bernama, bang Joleng, bang Godi, dan bang Godel
Mereka adalah pendaki dari bekasi. Dan
merekalah yang akan menjadi Partner mendaki
kami.
makan rame-rame |
Kemudian insiden datang ketika media mulai mengangkat berita yang belum
mereka tahu kebenarannya. 7 orang pendaki terjebak kebakaran di gunung
Argopuro. Semua heboh bahkan wartawan dan BASARNAS memunuhi basecamp malam itu.
Tetapi menurut bapak Susmanto yang dengan setia mengklarifikasi berita tersebut
“tidak ada kebakaran, hanya miss kumonikasi,
mereka itu ngontak temennya di jember cuman mau tahu di depan itu ada kebaran
apa tidak karena ada asap, tapi temennya salah nangkap, dipikir kejebak”
begitulah kesimpulan dari kisah drama awal pendakian kami yang membuat kami
terjebak di base camp sampai 2 hari
lebih, yang berdampak pada logistik dan waktu kami terbuang percuma.
tampilan basarnas yang semuanya cowok, malam itu saya merasa menjad wanita paling cantik |
bunos ricard di mobil basarnas |
Dan parlahan pihak-pihak
yang bersangkutan tidak mampu lagi menekan laju perkembangan media makin
menjadi-jadi, pendakian Argopuro resmi ditutup. Hal ini sudah kami antisipasi
karena memang pemberitaannya sudah benar-benar gila, bahkan ada berita yang
menyebutkan “efakuasi korban di Argopuro memakan waktu 12 jam”, efakuasi apa
sedangkan BASARNAS saja belum bergerak karena belum ada perintah dari pak Sus.
Akhirnya semua pendaki yang tertahan di Basecamp dengan total 19 orang, 12
pendaki dari Jakarta yang baru tiba hari ke dua dan 7 orang dari kami yang
sudah hampir busuk menunggu kepastian kemudian diajak untuk berdiskusi. Pak Sus
minta maaf karena efek dari incident ini
adalah kami semua, tetapi dia berani menjamin bahwa pendakian Argopuro aman
tetapi karena perintah dari atasannyalah yang menyebabkan pendakian di tutup
untuk waktu yang tidak ditentukan. Kami semua merasa sangat kecewa, dan tetap mengajak
untuk diberi kebijakan dan permakluman, tetapi beliau tidak berani memberikan
ijin itu secara langsung karena itu sama saja membahayakan jabatannya. Namun ada
satu ucapan beliau yang membuat kami yakin “kalian bisa camping sekitaran ladang,
atau yah kalian kondisikan sajalah bagusnya di mana”. Kami mengangap itu
semacam ijin walaupun memang beliau tidak berani menyebutkan secara langsung.
Perjalanan
di mulai
Akhirnya pagi-pagi buta kami
mulai pendakian, yang normalnya dari basecamp-pintu rimba itu menggunakan ojek Rp.25.000,
tetapi kami menempuhnya dengan berjalan kaki kurang lebih 4 jam. Yang biasanya
para pendaki baru memulai pendakian dari pintu rimba kami sudah letih berjalan
4 jam. Perjalanan ini sedikit membuatku kewalahan karena mendaki dengan mereka
yang sudah terbilang pro, mengkuti ritme mereka membuat tenagaku terkuras habis.
Mereka jarang sekali istirahat, sejam lebih baru istirahat, yang biasanya aku
selalu terbiasa mendaki sesuka hati asal nyampe, mendaki dengan mereka beda
cerita lagi.
pagi yang indah untuk berjalan jauh |
Pintu
rimba- post mata air 1 kurang lebih 3 jam.
Jalur ke Post Mata air 1 sangat
berdebu dan begitu kering, tumbuhan-tumbuhan mati karena panasnya matahari,
memang tanjakannya tidak tajam tetapi sangat terasa di kaki dan nafas, sehingga
kurang dari jam 1 kami sampai di Post Mata Air 1. Sesampai di sana, sebagain
bergegas untuk mengambil air, sebagianya lagi membuat kopi. Iya, kami tidak
makan siang, kami hanya coffee break di
gunung. Berhubung karena logistic kami
sangat pas jadi demi menghemat kami memilih untuk tidak makan siang. Awalnya
saya sangat tidak bisa menyesuaikan karena bayangkan saja sudah berjalan
puluhan kilo meter dan tidak ada makan
siang, hal ini yang membuat saya di tengah jalan sering merengek kelaparan dan
meminta makan, hahaa
mata air 1 : karena tidur adalah pilihan paling bijak |
Post
Mata Air 1 - Post Mata Air 2 kurang lebih 2 jam
Medan jalur ke mata air 2 sama saja dengan jalur ke mata
air 1, hanya saja tanjakannya sedikit lebih terjal dan masih tidak luput dari
kata berdebu. Di sinilah kami memutuskan untuk membuka tenda, dengan
pertimbangan karena dekat dari sumber mata air. Konyolnya, setelah semua sudah
turun mengambil air, saya dan bang leng memutuskan untuk turun mengambil air
lagi dan berencana untuk cuci muka gosok gigi, tapi apa daya setelah sampai di
mata airnya, airnya mati, entah karena apa, jadilah kami pulang dengan tangan
kosong dan kaki penuh debu yang sangat kotor. Rencannya mau bersih-bersih malah
tambah kotor. Pos Mata air 2 masih bisa dikatakan berada di tengah hutan, jadi
masih banyak hewan-hewan liar yang berlalu lalang sekitar tenda kami.
Suara-suaranya juga cukup mengganggu membuat merinding, dan tentu saja mawas
diri, karena dari cerita orang-orang, hewan kadang menggangu tenda terlebih
jika mencium bau makanan.
bang leng dan bang godi |
bonus pap, hehee |
Post
Mata Air 2- Alun-alun kecil 45 menit
Dari mata air 2 Menuju alun-alun
kecil jalurnya cukup aman, karena banyak menurunnya.tetapi di titik inilah kami
menemukan pertama kalinya titik panas yang masih berasap, bahkan ada pohon
tumbang yang cukup menghalangi jalur sehingga kami harus meunggu bang bodi
untuk membabat ranting-ranting pohon yang jatuh di jalan. Kami juga sempat
menghirup asap, tapi syukurlah bisa teratasi. Setelah turunan sekitar 15 menit
penampakan alun-alun kecil mulai terlihat. Senang sekali melihat hamparan luas
savana dengan rumput-rumput kuning yang menggumpal, di sini kita akan bertemu
dengan 1 pohon saja yang berdiri di tengah-tengah savanna.
berasapp |
jalur sempat tertutup, tapi syukurlah masih dilalui |
di balik inilah alun-alun kecil |
Alun-alun
kecil-Cikasur 3-4 Jam
Setelah alun-alun kecil kita akan
berjalan menuju alun-alun besar yang diawali dengan tanjakan berdebu selama
kurang lebih 1,5 jam kemudian kita akan bertemu dengan alun-alun besar. Sesaat
setelah melihat alun-alun besar dugaan itu adalah cikasur karena savanannya
sangat luas dan disana terdapat 2 buah bangunan kuno yang semakin menambah
dugaan kami.
Ternyata salah, hal itu terbukti setelah kami istirahat sebentar kemudian
memulai langkah kembali, melewati banyak sabana, entah berapa banyak savanna
yang kami lewati, mungkin 3, 4 atau 5, kami sudah tak mengingatnya karena
saking banyaknya savana, yang saya hanya ingat jalur ke cikasur ditandai dengan turun naik
bukit, keluar masuk hutan, bahkan saya sempat merasa sangat lelah berjalan di
savana luas karena jalurnya terbatas, semacam jalur sepeda motor, jadi gerakan
untuk berjalan juga monoton, dan pejalan seperti saya yang jalannya bar-bar
sangat tidak cocok, hahaa setelah melewati banyak sekali savanna, kita akan
bertemu dengan sungai kalbu.
pohom satu-satunya di alun-alun kecil |
alun-alun kecil yang setengahnya terbakar api |
dek potoin abang dek, entar captionnya #melawanasap |
perjalanan ke alun-alun besar |
entah ini savana ke berapa yang kami jumpai |
bulu merak, sayang agak kabur :" |
Sungai kecil di pelataran cikasur, sungai ini tak pernah meluap di musim hujan, tak pernah kering di musim kemarau, di sungai itu pula terdapat seladah air yang bisa di makan. Disini jugalah batas sepeda motor bisa melintas, banyak petani yang biasa membawa sepeda motor mereka jika memang ada keperluan atau sekedar ingin mengambil seladah air, jika kalian punya uang lebih mas-mas ojek akan mengantar kalian ke sini. Setelah itu kami mengambil air,
bahkan sempat gosok gigi di sini, kemudian beristirahat sebentar dan
melanjutkan perjalan ke cinsentor.
Savana di CIkasur itu sangat luas entah
berapa luasnya, di cikasur pula terdapat bekas landasan udara milik Belanda,
dan mitos tentang cikasur juga tak kalah hebohnya, katanya di Cikasur bagi yang
“beruntung” akan mendengar suara tentara baris berbaris pada malam hari yang
jika kita sampai bisa melihatnya tentara-tentara itu tak berkapala, ada juga
gadis Belanda yang ternyata berkaki kuda, dan banyak mitos lainnya mungkin
karena itu pulalah kami bersikeras tak ingin membuka tenda di sana. Dan juga
waktu yang masih terlalu siang untuk menghentikan langkah.
sungai kalbu |
tan ada yang lebih seger dari minum air di pengunungan |
di balik bukit inilah cikasur berada |
lintasan udara |
sante padahal bukan di pante |
serius banget neng, liat apa cih |
yeah full team |
perjalanan selanjutnya adalah CISENTOR |
to be continued.......
0 comments:
Post a Comment